Reporter: Margareta Engge Kharismawati | Editor: Dikky Setiawan
JAKARTA. Ekonomi negara di kawasan Asia Timur mulai melambat pertumbuhannya. Hal ini, salah satunya dipicu mulai bergesernya kebijakan China dari perekonomian yang berorientasi ekspor ke pemenuhan permintaan pasar domestik.
"Terjadi perlambatan di China," terang Bert Hofman, Ekonom Utama World Bank untuk Asia Timur dan Pasifik dalam teleconference-nya di Singapura, Senin (7/10).
World Bank melihat, hingga akhir tahun, pertumbuhan Asia Timur berada di tingkat 7,1%. Melihat perkiraan itu, ekonomi China diproyeksi tumbuh 7,5% tahun ini. Tanpa China, kawasan ini diharapkan tumbuh di tingkat 5,2% di 2013.
Pertumbuhan di negara-negara berpendapatan menengah besar seperti Indonesia, Malaysia, dan Thailand juga melemah akibat laju investasi yang melambat, lemahnya harga komoditas global melemah, dan rendahnya pertumbuhan ekspor.
Meskipun begitu, pertumbuhan Asia Timur masih lebih tinggi dibanding pertumbuhan negara kawasan lainnya. Di mana, pertumbuhan dunia diprediksi hanya 2,3% di 2013 dan negara-negara dengan pendapatan tinggi seperti Amerika, hanya sebesar 1,3%.
Dengan membaiknya perekonomian di AS, Jepang dan Zona Eropa, serta meningkatnya laju pertumbuhan di triwulan II 2013, negara-negara berkembang di Asia Timur akan mendapatkan keuntungan karena arus perdagangan yang cukup besar.
Namun, persoalan quantitative easing di AS, menyebabkan penjualan pasar saham dan depresiasi mata uang merugikan negara-negara Asia Timur.
Adapun untuk tahun depan, laju ekonomi di Asia Timur diproyeksi tumbuh 7,2%. Untuk Indonesia, World Bank memperkirakan pertumbuhan ekonomi di 2014 melemah hingga 5,3%.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News