CLOSE [X]
kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.466.000   -11.000   -0,74%
  • USD/IDR 15.860   -72,00   -0,46%
  • IDX 7.215   -94,11   -1,29%
  • KOMPAS100 1.103   -14,64   -1,31%
  • LQ45 876   -10,76   -1,21%
  • ISSI 218   -3,03   -1,37%
  • IDX30 448   -5,87   -1,29%
  • IDXHIDIV20 540   -6,91   -1,26%
  • IDX80 126   -1,77   -1,38%
  • IDXV30 135   -1,94   -1,41%
  • IDXQ30 149   -1,85   -1,22%

Indeks Keyakinan Konsumen Turun pada Februari 2024, Begini Catatan Ekonom


Rabu, 13 Maret 2024 / 19:35 WIB
Indeks Keyakinan Konsumen Turun pada Februari 2024, Begini Catatan Ekonom
ILUSTRASI. Pembeli memilah kebutuhan rumah tangga di salah satu pusat perbelanjaan, Kota Sukabumi, Jawa Barat, Jumat (13/11/2023). ANTARA FOTO/Henry Purba/agr/Spt.


Reporter: Arif Ferdianto | Editor: Tendi Mahadi

KONTAN.CO.ID-JAKARTA. Turunnya Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) pada Februari 2024, tak berarti menyurutkan optimisme masyarakat terhadap kondisi ekonomi saat ini.

Bank Indonesia (BI) mencatat IKK di Februari 2024 turun menjadi 123,1 dibandingkan posisi Januari 2024 yang sebesar 125,0. Meski begitu, optimisme konsumen tetap kuat di periode ini.

Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede menilai, IKK tersebut masih di atas 100 yang artinya masyarakat tetap optimis dan kegiatan konsumsi akan terus berlanjut. Namun, kata dia, turunnya IKK di periode ini yang cenderung akibat Indeks Kondisi Ekonomi saat ini (IKE), pemerintah perlu mengambil beberapa langkah.

“IKE turun di semua faktor, yakni penghasilan saat ini, ketersediaan lapangan kerja, dan pembelian durable goods. Kami melihat hal ini terjadi karena faktor inflasi pangan yang terus meningkat,” ujarnya kepada Kontan.co.id, Rabu (13/3).

Baca Juga: Indeks Ekspektasi Konsumen Meningkat ke Level 135,3 pada Februari 2024

Josua mengungkapkan, kenaikan gaji yang lebih rendah dari inflasi pangan dan adanya penerapan pajak penghasilan baru, yakni TER PPh 21 membuat penghasilan terasa berkurang.

“Berkurangnya pembelian durable goods yang merupakan jenis barang sekunder dan tersier juga wajar karena pangan merupakan barang primer yang jika harganya naik maka konsumen akan mengorbankan pembelian barang jenis lainnya,” ungkapnya.

Di saat bersamaan, lanjut dia, kebijakan pemerintah juga masih fokus pada kelompok berpenghasilan rendah dan hampir tidak ada pada masyarakat berpenghasilan kelas menengah.

Menurutnya, ini juga sejalan dengan IKK per kelompok pengeluaran, di mana kelompok penghasilan Rp 1 juta – Rp 2 juta mengalami IKK meningkat, sedangkan kelompok penghasilan lain di atasnya menurun.

Baca Juga: BI: Proporsi Pendapatan untuk Konsumsi Turun Tipis pada Februari 2024

Josua menuturkan, pemerintah harus menata kebijakan untuk membantu daya beli kelas menengah dan bisa menurunkan inflasi. Bila tidak, momen Ramadan dan Lebaran bukan hanya konsumsi premier saja, sekunder dan tersier bisa terganggu karena faktor inflasi pangan.

“Kami melihat tantangan ekonomi pada periode Ramadan adalah pengendalian inflasi pangan di tengah supply yang terganggu karena El Nino, cuaca ekstrem, dan terganggunya jalur distribusi, namun demand yang meningkat secara musiman,” tuturnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×