Reporter: Abdul Basith | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Perang dagang yang terjadi antara Amerika Serikat (AS) dengan China membuat negara lain lebih waspada. Hal tersebut dinilai menjadi hambatan kesepakatan perjanjian dagang kerja sama ekonomi komperhensif regional (RCEP).
RCEP yang ditargetkan mencapai konklusi tahun 2018 mundur pada tahun 2019. "Setelah perang dagang banyak negara berpikir ulang untuk gabung RCEP," ujar Direktur Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Enny Sri Hartati, Rabu (14/11).
Asal tanu saja, RCEP merupakan perjanjian dagang yang mencakup negara anggota Association of Southeast Asian Nations (ASEAN) ditambah 6 negara lain yaitu China, India, Jepang, Korea Selatan, Australia, dan Selandia Baru.
Banyaknya negara yang terlibat dalam RCEP tidak membuat daya tarik semakin besar. Hal itu ditambah lagi terdapat negara yang terlibat langsung dalam perang dagang yaitu China. "Keuntungan tidak sesederhana itu banyka negara yang juga sadar akan lebih dimanfaati oleh China," terang Enny.
Meski begitu pengusaha optimis RCEP akan memberikan keuntungan bagi perdagangan Indonesia. Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) berharap perjanjian dapat selesai sebelum Pemilihan Umum (Pemilu) Presiden digelar.
Pergantian pemerintahan dikhawatirkan akan dapat menimbulkan banyak perubahan. "Kalau ini bisa selesai sebelum Pemilu akan luar biasa," jelas Wakil Ketua Apindo, Shinta Widjaja Kamdani.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News