kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.902.000   8.000   0,42%
  • USD/IDR 16.254   -26,00   -0,16%
  • IDX 7.005   61,45   0,88%
  • KOMPAS100 1.020   9,19   0,91%
  • LQ45 779   10,37   1,35%
  • ISSI 230   -0,09   -0,04%
  • IDX30 401   6,24   1,58%
  • IDXHIDIV20 465   9,72   2,14%
  • IDX80 115   1,11   0,98%
  • IDXV30 116   1,36   1,19%
  • IDXQ30 129   1,78   1,39%

Impor dari AS Ditingkatkan, Surplus Neraca Perdagangan RI Berpotensi Menyusut


Kamis, 10 Juli 2025 / 15:03 WIB
Impor dari AS Ditingkatkan, Surplus Neraca Perdagangan RI Berpotensi Menyusut
ILUSTRASI. Pemerintah akan mengimpor energi dan produk agrikultur dari Amerika Serikat (AS), serta melakukan investasi melalui Danantara US$ 34 miliar. ANTARA FOTO/Jojon/rwa.


Reporter: Siti Masitoh | Editor: Herlina Kartika Dewi

KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Pemerintah akan mengimpor energi dan produk agrikultur dari Amerika Serikat (AS), serta melakukan investasi melalui Danantara senilai US$ 34 miliar.

Langkah ini menjadi bagian dari negosiasi tarif resiprokal dengan Amerika Serikat (AS), agar tarif 32%, yang mulai berlaku pada 1 Agustus 2025 bisa diturunkan.

Adapun yang baru diumumkan, untuk impor energi direncanakan sebesar US$ 15,5 miliar, namun belum diketahui besaran volumenya.

Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede menilai, ada risiko bahwa langkah ini dapat mengubah surplus perdagangan Indonesia dengan AS menjadi defisit, mengingat besarnya nilai impor yang telah disepakati, khususnya impor minyak.

Baca Juga: Surplus Neraca Dagang RI Tahun 2025 Terancam Dampak Tarif 32% AS

Ia mencatat, surplus perdagangan Indonesia secara keseluruhan tahun 2025 diproyeksikan sekitar US$ 31,24 miliar. Dengan asumsi tambahan impor minyak dari AS sebesar US$ 15 miliar, surplus perdagangan ini berpotensi tertekan secara signifikan.

“Belum lagi ditambah dengan nilai impor produk pertanian yang bisa saja cukup substansial, tergantung kesepakatan yang sedang berlangsung,” kata Josua kepada Kontan, Kamis (10/7).

Dalam skenario terburuk, Josua menyebut surplus neraca dagang Indonesia secara keseluruhan bahkan berpotensi berkurang tajam ke kisaran US$ 10 miliar hingga US$ 15 miliar, meskipun belum sepenuhnya mendorong ke arah defisit total.

Ia menambahkan, selain impor besar dari AS, terdapat sejumlah faktor negatif lain yang berpotensi mempengaruhi neraca dagang Indonesia secara lebih luas.

Pertama, berlanjutnya pemberlakuan tarif 32% oleh AS akan mengurangi daya saing ekspor produk manufaktur dan komoditas Indonesia di pasar AS, yang merupakan pasar penting bagi ekspor Indonesia, nilainya sekitar 9% hingga 10% total ekspor nasional.

Kedua, perlambatan ekonomi global terutama di AS, China, dan Eropa juga akan melemahkan permintaan global terhadap produk ekspor Indonesia, memperbesar tekanan terhadap neraca perdagangan.

Ketiga, fluktuasi harga komoditas ekspor unggulan seperti batu bara, minyak sawit, dan mineral kritis akan turut mempengaruhi kemampuan Indonesia untuk mempertahankan surplus perdagangan.

Keempat, potensi depresiasi rupiah yang lebih dalam akibat sentimen negatif global akan menyebabkan biaya impor semakin mahal, menekan posisi neraca perdagangan.

Nah, untuk mengatasi berbagai tantangan ini, Josua menilai pemerintah perlu menerapkan sejumlah solusi strategis.

Di antaranya, mempercepat dan mengintensifkan negosiasi dengan AS dalam waktu singkat menjelang pemberlakuan tarif pada 1 Agustus 2025.

“Menko Airlangga Hartarto sendiri telah secara aktif merundingkan hal ini langsung dengan pemerintah AS untuk mencapai kesepakatan yang saling menguntungkan,” ungkapnya.

Baca Juga: Surplus Neraca Dagang RI Tahun 2025 Terancam Dampak Tarif 32% AS

Selanjutnya, pemerintah disarankan segera melakukan diversifikasi ekspor ke negara lain seperti ASEAN, Uni Eropa, Timur Tengah, dan Afrika harus terus diupayakan secara intensif.

Kemudian, melakukan penguatan daya saing produk domestik melalui reformasi struktural, deregulasi, simplifikasi perizinan impor, dan peningkatan iklim investasi menjadi sangat krusial.

Serta, memanfaatkan investasi yang dihasilkan dari Memorandum of Understanding (MoU) dengan Danantara untuk mengembangkan sektor substitusi impor agar tekanan impor berkurang secara bertahap.

terakhir, pemerintah juga disarankan melakukan optimalisasi pengembangan industri pengolahan mineral kritis, seperti nikel, tembaga, kobalt, dan mangan yang diminati AS untuk memperluas kerja sama strategis.

Menurut Josua, apabila pemerintah mampu menjalankan solusi-solusi tersebut secara optimal, Indonesia akan memiliki ketahanan yang lebih kuat dalam menghadapi potensi tekanan neraca perdagangan, meskipun tetap dalam kondisi yang menantang sepanjang 2025.

“Dengan langkah-langkah antisipasi dan negosiasi yang tepat, risiko defisit perdagangan secara keseluruhan bisa diminimalkan, dengan surplus perdagangan Indonesia diproyeksikan tetap positif walau lebih rendah dibandingkan tahun-tahun sebelumnya,” tandasnya.

Selanjutnya: AQUA Elektronik dan Jojo Optima Solusindo Buka Proshop AC Pertama di Kelapa Gading

Menarik Dibaca: 12 Cara Alami Mengatasi Asam Lambung Naik ke Kepala yang Bisa Picu Pusing

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Video Terkait



TERBARU
Kontan Academy
[Intensive Workshop] AI-Driven Financial Analysis Executive Finance Mastery

[X]
×