Reporter: Anggar Septiadi | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sistem pengadilan elektronik (e-court) ditargetkan Mahkamah Agung (MA) bisa diimplementasikan penuh setahun sejak dirilis Juli lalu. Tak hanya soal pengajuan gugatan, agenda jawab-jinawab juga direncanakan dapat dilakukan daring.
Konsep e-court sendiri merupakan terjemahan dari Peraturan Mahkamah Agung (Perma) 3/2018 tentang Administrasi Perkara di Persidangan Secara Elektronik.
"Perma tersebut intinya memberikan pelayanan yang cepat kepada pencari keadilan," kata Ketua Mahkamah Agung Muhammad Hatta Ali, Selasa (28/8) di Mahkamah Agung.
Kini, setidaknya ada dua fitur yang disediakan Mahkamah Agung secara elektronik terkait administrasi perkara. Pertama, pengajuan gugatan (e-filling) secara yang bisa diunggah secara daring. Meski, kini baru ada 32 pengadilan percontohan yang dapat menyediakan e-filling.
Kedua, soal pembayaran biaya panjar perkara yang juga baru dirilis dapat dilakukan secara elektronik (e-payment) dari tujuh bank plat merah. Mereka adalah Bank Mandiri, Bank Syariah Mandiri, BRI, BRI Syariah, BNI, BNI Syariah, BTN.
Sementara selain soal administrasi perkara, Hatta juga bilang proses pengadilan pun didorong untuk menciptakan efisiensi. Misalnya agenda jawab jinawab dalam sidang, penyerahan replik duplik direncanakan dapat dilakukan daring.
Meski demikian, Hatta bilang hal tersebut butuh kesiapan tak hanya dari sisi aparat pengadilan. Melainkan juga dari para pihak yang berperkara, pengacara.
"Nah sekarang apakah semua lawyer mau berperkara secara elektronik. Karena misalnya satu pihak tak mau, ya terpaksa kembali manual. Tapi kita tentu menargetkan aparat sudah siap, kalau ini jalan penyelesaian perkara makin cepat. Terwujudlah badan peradilan cepat, murah, dan sederhana," lanjut Hatta.
Upaya mendigitalisasi proses pengadilan ini sendiri sejatinya disambut baik para pengacara. Aji Wijaya, Founder Kantor Hukum Aji Wijaya & Co misalnya bilang acara persidangam yang bisa dilakukan tanpa kehadiran para pihak akan sangat berfaedah.
"Sebagai contoh misalnya jadwal sidang jam 9.30, tapi sidang baru dimulai jam 4 sore yang agendanya hanya menyerahkan tanggapan tertulis. Kami selaku advokat tentunya menyambut baik efisiensi dalam proses persidangan," kata Aji saat dihubungi Kontan.co.id.
Terkait e-payment, Aji juga bilang hal tersebut bermanfaat untuk mengurangi tatap muka dengan pengadilan. Sehingga dapat meminimalkan pungutan liar.
Pakar hukum Ricardo Simanjuntak juga sepakat dengan Aji soal hadirnya e-payment, dan implementasi e-court secara umum. Meski demikian ia memberi catatan terkait implementasi ini.
"Ide otomatisasi tentu baik, dan patut didukung. Hanya saja saya lihat Mahkamah Agung harus pula melihat bagaimana infrastruktur di daerah, karena pengadilan di Indonesia ini kan banyak. Bagaimana kesiapan mereka, kalau pengajuan gugatan misalnya prosesnya harus diunggah lewat internet," jelas Ricardo saat dihubungi Kontan.co.id.
Ricardo juga menegaskan agar implementasi e-court kelak tak bertentangan dengan hukum acara persidangan. Pun, ia bilang Mahkamah Agung sebaiknya perlu menegaskan kelindan hukum acara persidangan dengan implementasi ini.
"Di pengadilan niaga misalnya, seharusnya kreditur lain itu bisa dibuktikan melalui dokumen saja, tak perlu dihadirkan dalam sidang. Tapi hakim biasanya minta agar kreditur lain datang di sidang. Nah soal ini juga perlu dijelaskan dahulu, bagaimana posisinya nanti?" Lanjutnya
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News