kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.249.000 2,21%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

IMF: Ada kemungkinan outflow US$ 100 miliar dari pasar negara berkembang


Rabu, 10 Oktober 2018 / 08:11 WIB
IMF: Ada kemungkinan outflow US$ 100 miliar dari pasar negara berkembang
ILUSTRASI. Pertemuan Tahunan IMF World Bank Group 2018


Reporter: Ghina Ghaliya Quddus | Editor: Wahyu T.Rahmawati

KONTAN.CO.ID - NUSA DUA. Dana Moneter Internasional atau International Monetary Fund (IMF) menyatakan bahwa meningkatnya ketidakpastian global berisiko pada keluarnya investor asing dari pasar-pasar negara berkembang

Dalam laporannya yang dirilis hari ini di Bali, IMF menyatakan bahwa ada kemungkinan bahwa pasar negara berkembang selain China dapat menghadapi aliran keluar (outflow) di pasar utang setidaknya sebesar US$ 100 miliar dalam jangka menengah

Jumlah ini setara dengan outflows yang terjadi selama krisis keuangan global yang lalu. “Analisis risiko utang IMF menunjukkan bahwa ada probabilitas 5% bagi ekonomi yang sedang tumbuh (tidak termasuk China) dapat menghadapi portofolio utang keluar dalam jangka menengah sebesar US$ 100 miliar,” tulis laporan yang dikutip Kontan.co.id, Rabu (10/10).

Director of the monetary and capital-markets department IMF Tobias Adrian mengatakan, risiko jangka pendek terhadap stabilitas keuangan global sedikit meningkat selama enam bulan terakhir. Pengetatan kondisi keuangan yang lebih tajam di negara maju akan secara signifikan meningkatkan risiko jangka pendek.

“Risiko jangka menengah terhadap stabilitas keuangan global akan tetap tinggi. Sejumlah kerentanan yang telah dibangun selama bertahun-tahun dapat terpapar oleh pengetatan kondisi keuangan yang tiba-tiba dan tajam,” ujar Adrian.

Meski begitu, ia mengatakan bahwa risiko keseluruhan di pasar negara berkembang tetap moderat dibandingkan dengan level secara historis. Namun demikian, utang terus meningkat dan kondisi akan mungkin tetap menantang karena bank sentral di negara maju menaikkan suku bunga.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×