kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45919,51   10,20   1.12%
  • EMAS1.343.000 -0,81%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

ICW minta MA selektif tentukan majelis hakim kasus korupsi


Selasa, 17 Desember 2019 / 23:55 WIB
ICW minta MA selektif tentukan majelis hakim kasus korupsi
ILUSTRASI. ICW minta MA selektif tentukan majelis hakim kasus korupsi


Reporter: Vendi Yhulia Susanto | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Indonesia Corruption Watch (ICW) mendesak Ketua Mahkamah Agung (MA) selektif dalam menentukan komposisi majelis yang akan menyidangkan setiap kasus korupsi, baik tingkat kasasi maupun peninjauan kembali.

Kemudian, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Komisi Yudisial mengawasi proses jalannya persidangan di tingkat kasasi maupun peninjauan kembali.

"Majelis Hakim di Mahkamah Agung harus menolak seluruh permohonan Peninjauan Kembali dari para terpidana kasus korupsi," kata peneliti ICW Kurnia Ramadhana, dalam keterangan tertulisnya, Selasa (17/12).

Pasalnya, terdapat putusan MA yang dinilai publik malah memperingan hukuman koruptor. Hal ini terbukti pada survei yang dilakukan oleh Lembaga Survei Indonesia dan ICW pada Oktober tahun lalu, di mana MA mendapatkan kurang dari 70% dari sisi kepercayaan publik. Setidaknya ada 2 (dua) data menarik yang dapat dijadikan acuan untuk sampai pada kesimpulan tersebut.

Baca Juga: ICW dorong adanya penyelidikan lanjutan terhadap eks dirut Garuda Indonesia

Pertama, vonis ringan memang sudah menjadi tren di MA. Catatan ICW sepanjang tahun 2018 rata-rata vonis untuk terdakwa korupsi hanya menyentuh angka 2 tahun 5 bulan penjara. Kedua, untuk tingkat Peninjauan Kembali (PK) pun sama, sejak tahun 2007 sampai 2018 setidaknya 101 narapidana korupsi telah dibebaskan oleh MA.

Tidak hanya itu, tahun 2019 saja setidaknya ada 2 (dua) putusan kontroversial dari lembaga peradilan terhadap terdakwa kasus korupsi. Pertama, vonis lepas terdakwa kasus BLBI, Syafruddin Arsyad Tumenggung - mantan Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional - pada tingkat kasasi.

Kedua, vonis bebas terdakwa kasus suap proyek pembangunan PLTU Riau-1, Sofyan Basir – mantan Direktur PLN - pada persidangan tingkat pertama.

Berbagai rentetan vonis ringan kepada pelaku korupsi di tingkat MA sebenarnya tidak bisa serta merta dipisahkan begitu saja dari faktor pensiunnya Hakim Agung Artidjo Alkostar pada tahun 2018 lalu.

ICW mencatat setidaknya tujuh terpidana telah diganjar vonis ringan pada tingkat PK dan 5 (lima) terdakwa divonis lebih rendah pada tingkat kasasi pasca Artidjo purna tugas.

Baca Juga: ICW sebut seharusnya Dirut Garuda Indonesia dipecat secara tidak hormat

Terdapat fenomena baru di mana terpidana korupsi berbondong-bondong mencoba peruntungan dengan mengajukan PK pasca Artidjo pensiun. Terhitung untuk saat ini setidaknya 23 terpidana kasus korupsi yang ditangani KPK sedang berproses pada tingkat PK di MA.

"Jadi, melihat kondisi seperti ini menjadi mudah bagi publik untuk membangun teori kausalitas (sebab-akibat) antara pensiunnya Artidjo dengan maraknya vonis ringan dan narapidana kasus korupsi mengajukan upaya hukum PK," ucap dia.

Sebelumnya ICW sempat memetakan pola dan modus korupsi yang kerap terjadi di sektor pengadilan. Setidaknya ada 3 (tiga) tahapan. Pertama, saat mendaftarkan perkara.

Yang dilakukan dalam tahapan ini adalah dalam bentuk permintaan uang jasa. Ini dilakukan agar mendapatkan nomor perkara lebih awal lalu oknum di pengadilan mengiming-imingi dapat mengatur perkara tersebut.

Kedua, tahap sebelum persidangan. Korupsi pada tahap ini adalah untuk menentukan majelis hakim yang dikenal dapat mengatur putusan. Ketiga, saat persidangan. Ini modus yang paling sering dilakukan, caranya dengan menyuap para Hakim agar putusannya menguntungkan salah satu pihak.

Gambaran pola dan modus tersebut patut untuk dijadikan perhatian bersama agar tidak ada lagi pihak yang menambah catatan kelam dunia pengadilan Indonesia. Apalagi mengingat maraknya Hakim saat ini yang terjaring oleh KPK karena melakukan praktik korupsi.

Data ICW menyebutkan sejak tahun 2012 sampai tahun 2018 telah ada 11 orang hakim yang terjaring operasi tangkap tangan oleh KPK. Untuk itu menjadi penting bagi MA untuk berbenah.

Bagaimana pun beberapa waktu lalu publik masih mengingat secara jelas bagaimana Hakim yang menyidangkan kasasi BLBI dijatuhi sanksi etik karena diduga bertemu dengan pengacara terdakwa Syafruddin Arsyad Tumenggung.

ICW melihat kondisi saat ini menggambarkan bahwa negara memang tidak berpihak pada isu pemberantasan korupsi. Kelembagaan KPK telah dilemahkan melalui proses legislasi revisi UU KPK dan para pelaku korupsi justru dikurangi hukumannya di Pengadilan.

Situasi seperti ini diprediksi akan terus-menerus terjadi pasca paket lengkap pelemahan KPK terjadi di tahun 2019. "Bukan tidak mungkin vonis ringan selama ini dijadikan bancakan untuk melakukan kejahatan korupsi oleh oknum di Pengadilan," ujar Kurnia.

Seperti diketahui, terdapat sejumlah kasasi yang meringankan koruptor pasca Hakim Agung Artidjo Alkostar pensiun. Antara lain, Lucas (pengacara) karena menghalang-halangi KPK dalam menyidiki kasus dagang perkara di MA, di mana sebelumnya mendapat hukuman 5 tahun penjara, kasasinya diterima MA dan hukumannya diterima menjadi 3 tahun penjara. Kemudian, ada nama Syafruddin Arsyad Tumenggung dalam kasus penerbitan SKL BLBI yang diputus lepas oleh MA. Ada juga Idrus Marham dalam kasus korupsi PLTU Riau 1 dimana hukuman sebelumnya 5 tahun penjara menjadi 2 tahun penjara.

Kemudian Nur Alam, mantan Gubernur Sulawesi Tenggara, dalam kasus penerbitan surat izin usaha pertambangan, di mana sebelumnya mendapat hukuman 15 tahun penjara menjadi 12 tahun penjara.

Tidak hanya itu, sejumlah peninjauan kembali (PK) koruptor juga menjadi ringan pasca Hakim Agung Artidjo Alkostar pensiun. Diantaranya, Irman Gusman, mantan Ketua DPD dalam kasus suap terkait gula impor, sebelumnya divonis 4,5 tahun penjara menjadi 3 tahun penjara.

Patrialis Akbar, mantan Hakim Konstitusi, dalam kasus suap uji materi UU Peternakan dimana sebelumnya divonis 8 tahun penjara menjadi 7 tahun penjara.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×