kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45908,54   -10,97   -1.19%
  • EMAS1.350.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

ICW minta MA selektif tentukan majelis hakim kasus korupsi


Selasa, 17 Desember 2019 / 23:55 WIB
ICW minta MA selektif tentukan majelis hakim kasus korupsi
ILUSTRASI. ICW minta MA selektif tentukan majelis hakim kasus korupsi


Reporter: Vendi Yhulia Susanto | Editor: Yudho Winarto

Sebelumnya ICW sempat memetakan pola dan modus korupsi yang kerap terjadi di sektor pengadilan. Setidaknya ada 3 (tiga) tahapan. Pertama, saat mendaftarkan perkara.

Yang dilakukan dalam tahapan ini adalah dalam bentuk permintaan uang jasa. Ini dilakukan agar mendapatkan nomor perkara lebih awal lalu oknum di pengadilan mengiming-imingi dapat mengatur perkara tersebut.

Kedua, tahap sebelum persidangan. Korupsi pada tahap ini adalah untuk menentukan majelis hakim yang dikenal dapat mengatur putusan. Ketiga, saat persidangan. Ini modus yang paling sering dilakukan, caranya dengan menyuap para Hakim agar putusannya menguntungkan salah satu pihak.

Gambaran pola dan modus tersebut patut untuk dijadikan perhatian bersama agar tidak ada lagi pihak yang menambah catatan kelam dunia pengadilan Indonesia. Apalagi mengingat maraknya Hakim saat ini yang terjaring oleh KPK karena melakukan praktik korupsi.

Data ICW menyebutkan sejak tahun 2012 sampai tahun 2018 telah ada 11 orang hakim yang terjaring operasi tangkap tangan oleh KPK. Untuk itu menjadi penting bagi MA untuk berbenah.

Bagaimana pun beberapa waktu lalu publik masih mengingat secara jelas bagaimana Hakim yang menyidangkan kasasi BLBI dijatuhi sanksi etik karena diduga bertemu dengan pengacara terdakwa Syafruddin Arsyad Tumenggung.

ICW melihat kondisi saat ini menggambarkan bahwa negara memang tidak berpihak pada isu pemberantasan korupsi. Kelembagaan KPK telah dilemahkan melalui proses legislasi revisi UU KPK dan para pelaku korupsi justru dikurangi hukumannya di Pengadilan.

Situasi seperti ini diprediksi akan terus-menerus terjadi pasca paket lengkap pelemahan KPK terjadi di tahun 2019. "Bukan tidak mungkin vonis ringan selama ini dijadikan bancakan untuk melakukan kejahatan korupsi oleh oknum di Pengadilan," ujar Kurnia.

Seperti diketahui, terdapat sejumlah kasasi yang meringankan koruptor pasca Hakim Agung Artidjo Alkostar pensiun. Antara lain, Lucas (pengacara) karena menghalang-halangi KPK dalam menyidiki kasus dagang perkara di MA, di mana sebelumnya mendapat hukuman 5 tahun penjara, kasasinya diterima MA dan hukumannya diterima menjadi 3 tahun penjara. Kemudian, ada nama Syafruddin Arsyad Tumenggung dalam kasus penerbitan SKL BLBI yang diputus lepas oleh MA. Ada juga Idrus Marham dalam kasus korupsi PLTU Riau 1 dimana hukuman sebelumnya 5 tahun penjara menjadi 2 tahun penjara.

Kemudian Nur Alam, mantan Gubernur Sulawesi Tenggara, dalam kasus penerbitan surat izin usaha pertambangan, di mana sebelumnya mendapat hukuman 15 tahun penjara menjadi 12 tahun penjara.

Tidak hanya itu, sejumlah peninjauan kembali (PK) koruptor juga menjadi ringan pasca Hakim Agung Artidjo Alkostar pensiun. Diantaranya, Irman Gusman, mantan Ketua DPD dalam kasus suap terkait gula impor, sebelumnya divonis 4,5 tahun penjara menjadi 3 tahun penjara.

Patrialis Akbar, mantan Hakim Konstitusi, dalam kasus suap uji materi UU Peternakan dimana sebelumnya divonis 8 tahun penjara menjadi 7 tahun penjara.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Success in B2B Selling Omzet Meningkat dengan Digital Marketing #BisnisJangkaPanjang, #TanpaCoding, #PraktekLangsung

[X]
×