Reporter: Dendi Siswanto | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kenaikan pajak hiburan menuai protes dari pengusaha hiburan. Salah satunya dari pengacara yang juga pengusaha hiburan Hotman Paris Hutapea.
Hotman Paris menilai, tarif pajak hiburan di Indonesia masih terlalu tinggi jika dibandingkan dengan negara lain.
Hotman mengatakan, idealnya tarif pajak hiburan di Indonesia berkisar di angka 5% saja seperti yang diterapkan negara tetangga seperti Thailand guna menarik wisatawan.
"Pajak idealnya seperti di Bangkok, 5% ya. Karena itu dari total gross. Ibaratnya gini loh. Pajaknya itu kan biasanya dari keuntungan dipotong biaya. Itu prinsip pajak," ujar Hotman kepada awak media di Jakarta, Senin (22/1).
Sebetulnya, kata Hotman, tarif pajak hiburan untuk diskotek, karaoke, klub malam dan sejenisnya yang dipatok sebesar 25% masih terbilang besar jika dibandingkan dengan negara lain. Oleh karena itu, dirinya akan mengembangkan usahanya di luar negeri, dibandingkan di Indonesia.
"Sudah mulai. Kita sekarang sudah merencanakan lagi, pendapatan tahun ini kita fokuskan di Dubai. Makanya kita mau kabur. Kita sudah mau buka di twin tower dekat Malaysia. (Juga) seluruh penghasilan kita mau ke Dubai. Goodbye Indonesia," tegas Hotman.
Baca Juga: Pelaku Usaha Klaim Tak Pernah Dilibatkan dalam Penetapan Kenaikan Pajak Hiburan
Sebagai informasi, merujuk Pasal 58 ayat (2) UU Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (HKPD), khusus tarif Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT) atas jasa hiburan pada diskotek, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap/spa ditetapkan paling rendah 40% dan paling tinggi 75%.
Sejalan dengan pengenaan pajak hiburan tersebut, maka pemerintah akan memberikan insentif fiskal berupa pengurangan tarif Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT) hiburan seperti yang tertuang dalam UU No 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Pemerintah Pusat dan Daerah (HKPD). Tidak hanya itu, pemerintah juga akan menyiapkan insentif perpajakan berupa PPh Badan Ditanggung Pemerintah (DTP).
"Masukannya tadi sudah kita terima semua. Saya minta, solusinya tadi dengan SE Mendagri. Pada waktu di Istana, saya sampaikan bahwa akan ada SE, dan Kepala Daerah bisa mengacu kepada SE Mendagri," kata Airlangga dalam keterangannya, Senin (22/1).
Airlangga menyampaikan, berdasarkan ketentuan Pasal 101 UU HKPD telah jelas diatur bahwa Kepala Daerah secara jabatan dapat memberikan insentif fiskal berupa pengurangan pokok pajak daerah.
Hal ini telah ditegaskan oleh Menteri Dalam Negeri melalui Surat Edaran Nomor 9 00.1.13.1/403/SJ tanggal 19 Januari 2024 kepada Gubernur Daerah DKI Jakarta dan Bupati/ Walikota.
Dengan demikian berdasarkan ketentuan yang ada, Kepala Daerah memiliki kewenangan yang diberikan UU HKPD untuk melakukan pengurangan tarif PBJT atas Jasa Hiburan yang tarifnya 40% sampai dengan 75%.
Dengan kewenangan tersebut, Kepala Daerah dapat mengurangi tarif PBJT hiburan sama dengan tarif sebelumnya. Pemberian insentif fiskal dengan pengurangan tarif PBJT hiburan tersebut cukup ditetapkan dengan Perkada.
Untuk itu , pelaksanaan kewenangan Kepala Daerah tersebut cukup mengacu kepada UU HKPD, PP Nomor 35 Tahun 2023 tentang Ketentuan Umum Pajak Daerah dan Retribnusi Daerah, dan Surat Edaran Menteri Dalam Negeri Nomor 9 00.1.13.1/403/SJ tanggal 19 Januari 2024.
Baca Juga: Buntut Penerapan Pajak Hiburan Baru, Pemerintah Siapkan Dua Insentif untuk Pengusaha
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News