Sumber: Kompas.com | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi) meminta adanya penghentian sementara dan evaluasi dari pelaksanaan program Kartu Prakerja yang dinilai tidak efektif dalam situasi penyebaran wabah virus corona atau Covid-19 masih berlangsung.
Dikutip dari Antara, Rabu (14/5/2020), Wakil Ketua Umum Badan Pengurus Pusat (BPP) Hipmi Anggawira mengatakan, sejak awal Kartu Prakerja dirancang untuk dilakukan pada situasi normal, bukan untuk situasi krisis seperti saat ini, ketika banyak perusahaan terpaksa melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).
"Tahun 2020 ini adalah tahun krisis bagi semua orang, lapangan pekerjaan pun berkurang. Sangat disayangkan pemerintah terlalu memaksakan untuk meluncurkan program Kartu Prakerja di situasi seperti ini," kata dia.
Baca Juga: Korban PHK jadi prioritas program kartu prakerja gelombang IV
Alhasil, menurut Anggawira, yang terjadi adalah kurang adanya transparansi imbas keterburu-buruan tersebut, sehingga memunculkan asumsi pada masyarakat akan adanya potensi maladministrasi.
Ia menambahkan, mekanisme pelatihan online Kartu Prakerja menjadi sebuah pertanyaan besar. Pasalnya, tidak ada keterbukaan perihal proses pelibatan Skills Academy (Ruangguru), Tokopedia, Bukalapak, Sekolahmu, Pintaria, Pijar Mahir, Sisnaker, dan MauBelajarApa sehingga dapat menjadi platform digital yang terpilih sebagai mitra pemerintah.
Baca Juga: HIPMI: Penyusunan program kartu prakerja seharusnya libatkan pengusaha
"Ada ruang gelap dalam pengelolaan dana APBN untuk pelatihan daring sebesar Rp 5,6 triliun. Sampai saat ini belum ada transparansi bagaimana alokasi dana, dana berapa yang dibayarkan kepada delapan lembaga mitra pemerintah tersebut," ungkap Anggawira.
"Telah banyak keluhan karena video pelatihan daring tersebut berisi materi yang cukup menggelikan seperti cara memasak dan memancing, apalagi ini program pemerintah dengan anggaran triliunan," tambah dia.
Anggawira menekankan materi kursus online harus memenuhi standar Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP) agar bisa diserap perusahaan. "Misal ada pelamar di sebuah perusahaan bidang hukum dengan bermodalkan CV dan sertifikat pelatihan dari platform mitra Pemerintah. Tanpa adanya sertifikasi profesi advokat dari BNSP, tentu akan sulit. Ini berguna untuk menunjang kompetensi pelamar dan berlaku hampir untuk semua profesi strategis," kata dia.
Anggawira menilai, seharusnya yang terlibat dalam mempersiapkan pelatihan tenaga kerja Indonesia adalah Balai Latihan Kerja (BLK), perguruan tinggi, dan dari dunia usaha itu sendiri. Menurut dia, ketiga entitas tersebut dinilai lebih tepat untuk mempersiapkan materi serta keterampilan apa saja yang dibutuhkan dan harus dikuasai untuk bersaing di dunia kerja.
Baca Juga: Jumlah terdampak Covid-19 yang mendaftar kartu prakerja baru 100.000 orang
"Untuk meminimalisir anggaran, pemerintah dapat memanfaatkan BLK sebagai sarana pelatihan masyarakat. Selain itu, sinergitas dengan perguruan tinggi merupakan sebuah keharusan untuk menyediakan materi pelatihan yang berkualitas," tutur Anggawira. "Lalu kenapa dunia usaha harus dilibatkan? Karena tidak dapat dipungkiri bahwa pengusaha yang paling tahu apa yang dibutuhkan industri," kata dia lagi.
Banyak pelatihan serupa yang gratis di Google
Menurut dia, dana sebesar Rp 5,6 triliun untuk biaya pelatihan online Kartu Prakerja mencakup lebih dari 25 persen dari Rp 20 triliun yang dianggarkan. Pelatihan yang ada di program tersebut tidak gratis, melainkan biayanya ditanggung oleh pemerintah.
Untuk bisa mengikuti pelatihan secara online, peserta harus melunasi biaya pelatihan atau kursus yang dipilih. Padahal di sisi lain, kata dia, banyak pelatihan serupa namun gratis yang tersedia melalui internet.
Baca Juga: Pendaftaran peserta kartu prakerja gelombang IV ditunda, apa alasannya?
"Pelatihan Kartu Prakerja seharusnya bisa diakses gratis, jadi tidak perlu bayar. Untuk materinya juga sudah banyak di Google," ujar Anggawira.
Anggawira berharap Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) perlu turun tangan, memeriksa mekanisme penunjukan mitra penyelenggara pelatihan Kartu Prakerja. Dia menilai, BPK perlu melakukan audit terhadap anggaran Kartu Prakerja.
"Di sisi lain untuk penetapan kriteria penerima dan seleksinya perlu diperjelas, dalam hal ini pelibatan asosiasi dunia usaha seperti Kadin dan Himpi adalah mutlak karena posisi dunia usaha adalah user, jangan sampai pelatihan ini mubazir karena tidak match dengan kebutuhan, jadi kami harapkan ada skema link and match," ujar Anggawira.
Hal tersebut, lanjut Anggawira, tentunya harus menjadi perhatian dari lembaga BPK, agar penggunaan keuangan atau anggaran dapat lebih transparan penggunaannya dan tepat peruntukannya. Jangan sampai ada yang memanfaatkan dana untuk mengambil keuntungan sendiri atau kelompok.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Dinilai Tak Efektif, Hipmi Minta Kursus Online Kartu Prakerja Distop Sementara"
Penulis : Muhammad Idris
Editor : Muhammad Idris
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News