Reporter: Bidara Pink | Editor: Adinda Ade Mustami
KONTAN.CO.ID-JAKARTA. Utang luar negeri Indonesia pada akhir Maret 2020 mengalami perlambatan. Bank Indonesia (BI) mencatat, ULN per akhir kuartal I US$ 389 miliar. Angka ini hanya tumbuh 0,5% year on year (yoy), dari pertumbuhan 7,8% yoy pada bulan sebelumnya.
Sayangnya, perlambatan ULN tak sebanding dengan beban utang yang ditanggung yang justru meningkat. Hal ini tercermin dari debt to service ratio (DSR), alias rasio utang terhadap pendapatan yang malah meningkat.
Baca Juga: Utang luar negeri Indonesia di kuartal I 2020 mencapai US$ 389,3 miliar
DSR adalah jumlah beban pembayaran bunga dan cicilan pokok utang luar negeri jangka panjang yang dibagi jumlah penerimaan ekspor. DSR mencerminkan kemampuan sebuah negara untuk menyelesaikan kewajibannya membayar utang. Jika rasio DSR semakin besar maka beban utang yang ditanggung pun semakin besar.
Berdasarkan data BI, DSR Tier-1 yang meliputi pembayaran pokok dan bunga atas utang jangka panjang dan pembayaran bunga atas utang jangka pendek (metode ini mengacu pada perhitungan DSR World Bank) tercatat sebesar 27,65%. Angka ini jauh lebih tinggi dari DSR kuartal IV-2019 yang hanya 18,00%.
Baca Juga: Waspada, impor barang modal & bahan baku turun
Ekonom Institut Kajian Strategis (IKS) Universitas Kebangsaan Eric Sugandi menilai, peningkatan DSR pada kuartal I-2020 ini masih dalam angka yang wajar. Ia juga melihat, bahwa peningkatan ini tak serta merta akibat wabah Covid-19.
"Kalau dilihat data di tiap kuartal pertama dari tahun 2017 hingga 2020, memang angkanya berada di kisaran 25%-30%. Jadi kenaikan ini masih bisa dibilang wajar," ujar Eric kepada KONTAN, Minggu (17/5).
Eric justru menyoroti DSR pada kuartal IV-2019 yang malah di luar pola. Menurutnya, ini disebabkan oleh adanya penerimaan yang besar dari current account di kuartal terakhir tahun lalu.