Sumber: Kompas.com | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
Meski berupaya sedapat mungkin melakukan pengukuran di waktu yang telah ditentukan, Andi menyebut tetap saja hasil pengukuran itu tidak bisa 100 persen tepat dan presisi.
"Meskipun memang masih terdapat selisih, mengingat, ketika Matahari berkulminasi di atas Kabah, tidak benar-benar tepat di zenit melainkan berselisih antara -16 hingga +16 menit busur," ujarnya.
Bisakah diukur di waktu yang lain?
Ternyata, pengukuran tidak hanya bisa dilakukan di jam, menit, atau detik saat peristiwa Matahari di atas Kabah terjadi.
Andi mengatakan pengukuran juga bisa dilakukan di waktu sebelum atau sesudahnya, jadi tidak seterbatas itu harus pada pukul 12.17.52 waktu Arab Saudi.
"Sebenarnya bisa diukur antara 30 menit sebelum hingga sesudah momen puncaknya, jika memang ketika momen puncaknya justru matahari terhalang awan sehingga tidak terbentuk bayangan yang menunjukkan arah kiblat," kata dia.
Baca Juga: Arab Saudi: Hanya jamaah yang sudah divaksin yang diizinkan umrah ke Mekkah
Hanya saja, metode yang satu ini hanya dapat dilakukan oleh mereka yang berada di wilayah dengan ketinggian Matahari cukup rendah (<30 derajat).
Mengapa? Karena di daerah dengan kriteria tersebut perubahan azimutnya tidak terlalu besar. "Indonesia masih masuk di dalamnya," sebut Andi.