Sumber: Kompas.com | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
Dengan catatan, pengamatan dilakukan di waktu yang sama dengan terjadinya peristiwa. "Bayangannya diamati pada jam ketika Matahari tepat di atas Kabah. Untuk jamnya, 12.17.52 waktu Saudi atau 16.17.52 WIB/17.17.52 Wita," sebut dia.
Mengingat wilayah Indonesia timur sudah memasuki pukul 18.17.52 WIT ketika peristiwa itu terjadi, maka pengukuran tidak dapat dilakukan dengan cara yang sama, karena sudah tidak ada lagi matahari yang dapat menghasilkan bayangan penunjuk arah Kabah.
"Untuk Indonesia Timur, Matahari sudah terbenam ketika tepat di atas Kabah, sehingga dapat menggunakan Fenomena Nadir Kabah," papar Andi.
Apa itu Nadir Kabah?
Ia menjelaskan, Nadir Kabah merupakan kebalikan dari Zenit Kabah atau Matahari di atas Kabah. "(Nadir Kabah) Yakni ketika Matahari tepat berada di bawah Kabah ketika tengah malam, atau Matahari tepat berada di atas titik antipoda Kabah. Titik antipoda Kabah sendiri adalah titik yang jaraknya 180 derajat terhadap Kabah itu sendiri," ungkap Andi.
Baca Juga: Masjid Istiqlal buka selama Ramadan dengan kapasitas 30%
"Jadi, jika menggunakan metode ini, arah kiblat bisa diukur pada pukul 00.17.52 waktu Saudi Arabia atau 06.17.52 WIT," kata dia.
Berkebalikan dengan metode Zenit Kabah, metode Nadir Kabah ini, imbuhnya tidak bisa dipraktikkan oleh masyarakat yang ada di zona waktu WIB dan Wita, karena matahari belum muncul sehingga belum bisa menghasilkan bayangan.