kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.539.000   0   0,00%
  • USD/IDR 15.740   20,00   0,13%
  • IDX 7.492   12,43   0,17%
  • KOMPAS100 1.159   4,94   0,43%
  • LQ45 920   6,72   0,74%
  • ISSI 226   -0,39   -0,17%
  • IDX30 475   4,06   0,86%
  • IDXHIDIV20 573   5,12   0,90%
  • IDX80 133   0,95   0,72%
  • IDXV30 141   1,37   0,98%
  • IDXQ30 158   1,02   0,65%

Harga Minyak Mentah US$ 11,82 per barel, begini nasib ke penerimaan negara 2020


Senin, 20 April 2020 / 19:35 WIB
Harga Minyak Mentah US$ 11,82 per barel, begini nasib ke penerimaan negara 2020
ILUSTRASI. FILE PHOTO: Crude oil is dispensed into a bottle in this illustration photo June 1, 2017. REUTERS/Thomas White/File Photo


Reporter: Bidara Pink | Editor: Syamsul Azhar

KONTAN.CO.ID - Harga minyak mentah, semakin jatuh di tengan pandemi virus corana Covid-19. Merosotnya harga minyak ini tentu semakin menekan penerimaan negara di tengah perlambatan ekonomi menghadapi krisis akibat penyebaran virus corona Covid-19. 

Berdasarkan data CNBC, harga minyak West Texas Intermediate (WTI) kontrak Mei 2020 turun ke level US$ 11,82 per barel di New York Mercantile Exchange. Tekanan harga minyak mentah ini mencapai 35% pada Senin (20/4).

Baca Juga: Pentingnya THR bagi kelompok masyarkat yang belum tersentuh program pemerintah

Tekanan harga minyak ini juga tercatat merupakan level terendah baru dalam 21 tahun.

Penurunan ini tentu akan mempengaruhi harga minyak mentah Indonesia alias Indonesia Crude Price (ICP). Sementara dalam skenario berat pemerintah, ICP tahun ini bisa tertekan ke level US$ 38 per barel dan tertekan ke level US$ 31 per barel dalam skenario sangat berat.

Baca Juga: Harga minyak turun ke US$ 11,82 per barel, pemerintah masih tenang-tenang saja

Hal ini tentu akan berdampak pada penerimaan negara di Anggaran pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2020. Berdasarkan hitungan sensitivitas asumsi dasar makro dalam Nota Keuangan dan APBN 2020, setiap ada kenaikan ICP sebesar US$ 1 barel akan menambah penerimaan negara sebesar Rp 3,6 triliun-Rp 4,2 triliun.

Selain itu juga akan menambah belanja negara Rp 3,1 triliun-Rp 3,9 triliun. Sementara defisit anggaran akan bertambah sebesar Rp 1,3 triliun-Rp 1,8 triliun.

Baca Juga: Reagen sudah didistribusikan, pengetesan massal virus corona Covid-19 siap dijalankan

Sebaliknya, jika ICP turun, maka  penerimaan, belanja, dan defisit anggaran juga akan berkurang sebesar itu. 

Namun, Direktur Jenderal (Dirjen) Anggaran Kementerian Keuangan (Kemkeu) Askolani mengatakan, pemerintah masih akan terus memantau perkembangan harga minyak dan pengaruhnya terhadap penerimaan negara.

Baca Juga: Pemerintah harus ingat, THR jadi penolong daya beli di tengah Covid-19

Ia menambahkan, pemerintah hingga kini masih menggunakan rerata ICP hingga Maret untuk perhitungan APBN di tahun ini yang masih di kisaran US$ 50 per barel.

"Tentu kami akan melihat trend minyak ini sampai dengan akhir tahun 2020. Jadi bukan harian atau mingguan untuk saat ini," tandasnya

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Survei KG Media

TERBARU
Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×