Reporter: Siti Masitoh | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Inflasi pada bulan September 2022 diperkirakan meningkat akibat kebijakan pemerintah menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi.
Ekonom BNI Sekuritas Damhuri Nasution mengatakan, efek kenaikan harga BBM secara bertahap mempengaruhi tekanan ke atas pada komponen inflasi inti. Meskipun terjadi penurunan harga lebih lanjut pada inflasi komponen bergejolak atau volatile food, tingkat inflasi tahunan diperkirakan akan meningkat tajam bulan September 2022.
Damhuri memperkirakan, inflasi pada September akan sebesar 1,20% secara bulanan atau month to month (mtm). Sedangkan secara tahunan diproyeksikan sebesar 5,99%. Jauh meningkat dari bulan Agustus 2022 yang mengalami deflasi 0,21% mtm dan inflasi 4,69% secara tahunan.
Tekanan inflasi pada administered prices meningkat setelah pemerintah mengambil langkah menaikkan harga BBM untuk mengurangi beban subsidi pada APBN. Harga solar (Solar) naik dari Rp 5.150 per liter menjadi Rp 6.800 per liter, dan harga bensin RON 90 (Pertalite) naik dari Rp 7.650 per liter menjadi Rp 10.000 per liter.
Baca Juga: Bank Indoensia Proyeksikan Inflasi Inti pada 2023 Akan Kembali Ke Target Sasaran
Sementara itu, harga bahan bakar RON 92 (Pertamax) nonsubsidi naik menjadi Rp 14.500 per liter dari Rp 12.500. Kenaikan harga BBM akan menambah tekanan inflasi sebesar 1,82%.
Sejalan dengan itu, pemerintah juga memberlakukan kenaikan tarif sepeda ride-hailing yang lebih tinggi, dengan rata-rata kenaikan 7%-10%, dan penyesuaian tarif angkutan antar kota (antar provinsi).
“Oleh karena itu, kami memproyeksikan inflasi bulan September sebesar 1,20% mtm, dan 5,99% yoy,” kata Damhuri.
Damhuri memnperkirakan, inflasi baru akan mereda mulai bulan Oktober, lantaran efek kenaikan BBM mulai berkurang. Di samping itu harga komoditas di pasar global juga mulai menurun.
Namun, laju inflasi bulanan di bulan Oktober 2022 tetap berada di atas rata-rata historikalnya karena second round effect kenaikan harga BBM masih terasa. Inflasi tahunan juga akan tetap tinggi.
Sementara itu untuk bulan November dan Desember tekanan inflasi akan kembali meningkat. Karena pada akhir tahun sampai Januari adalah musim tanam sehingga produksi kebutuhan pokok relatif rendah. Akibatnya harga makanan biasanya akan tinggi.
“Kemudian libur akhir tahun juga biasanya akan mengerek inflasi kelompok transportasi dan akomodasi serta restoran/warung. Jadi sebetulnya kenaikan harga BBM itu hanya mengerek inflasi sampai dengan Oktober,” imbuhnya.
Baca Juga: BI Ramal Inflasi September Bakal Menyentuh 1,1% Secara Bulanan
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News