Reporter: Herlina KD, Fitri Nur Arifenie, Fahriyadi, Hafid Fuad | Editor: Dupla Kartini
JAKARTA. Pemerintah resmi mengajukan kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi. Usulan tersebut disampaikan pemerintah dalam rapat kerja dengan Komisi VII DPR, kemarin (28/2).
Ada dua usulan yang disodorkan pemerintah. Pertama, harga BBM bersubsidi naik Rp 1.500 per liter. Dengan begitu, harga jual premium bersubsidi naik dari Rp 4.500 per liter menjadi Rp 6.000 per liter, sementara harga solar naik dari Rp 4.300 menjadi Rp 5.800 per liter.
Kedua, ke depan, pemerintah mengusulkan subsidi BBM dipatok Rp 2.000 per liter, sehingga dana subsidi tetap kendati harga minyak naik turun. "Opsi kedua ini akan membuat kita terbiasa menghadapi kenaikan harga minyak," ungkap Jero Wacik, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral usai dengan Komisi VII DPR, kemarin.
Seperti ditulis Harian KONTAN sebelumnya, dua usulan ini menjadi pilihan paling masuk akal bagi pemerintah untuk menyelamatkan anggaran negara dari gejolak harga minyak serta lonjakan penggunaan BBM (Harian KONTAN, edisi 23 Februari 2012).
Pemerintah sudah mengkaji risiko inflasi yang muncul dari masing-masing opsi tersebut. Ambil contoh, kata Direktur Jenderal (Dirjen) Minyak dan Gas Bumi Kementerian ESDM, Evita Legowo, jika BBM naik Rp 1.500 per liter, inflasi akan naik 2,15% menjadi 7,45%. Anggaran subsidi bisa hemat sampai Rp 31,58 triliun.
Selain soal kenaikan harga BBM, pemerintah juga menyorongkan usulan pembatasan konsumsi BBM bersubsidi. Evita menjelaskan, pembatasan penggunaan premium akan berlaku di Jawa-Bali dan berlaku mulai April 2012. Pembatasan akan dimulai dari kendaraan dinas milik pemerintah, BUMN dan BUMD.
Sedangkan bagi mobil pelat hitam, pembatasan konsumsi premium dilakukan dengan membatasi pompa bensin yang mendistribusikan BBM bersubsidi di daerah elite dan jalan tol. "Kami juga akan memberlakukan BBM subsidi free day bagi kendaraan pribadi," imbuh Evita.
Ketua Komisi VII DPR, Teuku Rifky Harsa, menyatakan, DPR masih menimbang usulan pemerintah itu. Tapi, kalangan DPR masih terbelah soal usulan pemerintah ini.
Dewi Aryani, anggota Komisi VII DPR dari Fraksi PDIP menegaskan, fraksinya tidak akan memilih kedua opsi itu. Apalagi jika pemerintah belum memberi hitungan lengkap plus minus usulannya.
Sedangkan Bobby Adhityo Rizaldi, anggota Komisi VII DPR dari Fraksi Partai Golkar menyatakan, fraksi Golkar cenderung memilih opsi kenaikan harga. Alasannya, kebijakan itu mudah diterapkan dan kontrol harga tetap di tangan pemerintah. "Agak riskan jika menetapkan subsidi konstan," ujarnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News