Reporter: Adinda Ade Mustami | Editor: Yudho Winarto
JAKARTA. Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi menolak tuntutan pidana tambahan berupa pencabutan hak politik bagi Gubernur Banten nonaktif Ratu Atut Chosiyah yang dituntutkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
"Menimbang dalam perkara terdakwa Ratu Atut Chosiyah tidak didakwa dengan Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999. Oleh karenanya terdakwa tidak dapat dijatuhi pidana tambahan sebagaimana yang dimaksud Pasal 18," ujar Hkim Anggota Sutio Jumagi membacakan pertimbangan putusan Ratu Atut Chosiyah di Pengadilan Tipikor, Senin (1/9).
Menurutnya, Atut yang telah dinyatakan secara sah dan meyakinkan terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi dan dijatuhi pidana penjara dan masih proses perkara korupsi lain, dengan sendirinya akan terseleksi secara alamiah di masyarakat. Lebih lanjut menurut majelis hakim, masyarakat Banten tentunya cerdas dalam menilai seseorang untuk memilih dan dipilih dalam jabatan publik. "Dengan sendirinya bagi orang akan tereleminir sendiri sekalipun hak-hak tidak dicabut hak tertentu seperti tuntutan penuntut umum," tambah dia.
Majelis Hakim Pengadilan Tipikor menyatakan Atut terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi dalam pengurusan sengketa pilkada tersebut. Ia dijatuhi hukuman pidana penjara selama empat tahun dan denda sebesar Rp 200 juta subsidair lima bulan kurungan.
Adapun vonis Atut ini jauh lebih ringan dibandingkan tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebesar 10 tahun dan denda Rp 250 juta subsidair lima bulan kurungan, juga pidana tambahan berupa pencabutan hak-hak tertentu untuk dipilih dan memilih dalam jabatan publik.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News