kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45935,51   7,16   0.77%
  • EMAS1.335.000 1,06%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Gubernur BI nilai globalisasi mulai memudar, era digitalisasi jadi tantangan baru


Kamis, 29 Agustus 2019 / 11:31 WIB
Gubernur BI nilai globalisasi mulai memudar, era digitalisasi jadi tantangan baru
Gubernur BI Perry Warjiyo saat Konferensi Internasional Bulletin of Monetary Economics and Banking (


Reporter: Grace Olivia | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID -  DENPASAR. Volatilitas perekonomian global semakin tinggi, terutama beberapa tahun terakhir. Bank Indonesia (BI) memandang, dinamika dan ketidakpastian ekonomi dunia saat ini merupakan salah satu konsekuensi dari berakhirnya era globalisasi menuju era baru yakni digitalisasi.

Pergeseran ke era digitalisasi yang memengaruhi perekonomian dunia dan Indonesia menjadi salah satu bahasan pokok dalam Konferensi Internasional Bulletin of Monetary Economics and Banking (BMEB) ke-13, Kamis (29/8).

Baca Juga: Hindari fintech nakal, begini strategi mengelola data pribadi ala Kredivo

Mengusung tema “Maintaining Stability and Strengthening Momentum of Growth Amidst High Uncertainties in Digital Era”, kalangan akademisi, peneliti, pelaku ekonomi dan perumus kebijakan membahas tantangan baru dalam menghadapi kemajuan teknologi dan digitalisasi yang mengubah lanskap perekonomian dunia secara keseluruhan.

Gubernur BI Perry Warjiyo mengatakan, setidaknya ada empat ciri dari memudarnya era globalisasi dan munculnya era digitalisasi yang semakin pesat.

Pertama, semakin banyak negara yang mengandalkan internalnya (domestik) dalam merespons ketegangan perdagangan global.

“Dulu globalisasi diyakini dapat memakmurkan perekonomian dunia, membuka perdagangan antarnegara, dan meningkatkan produktivitas. Tapi saat ini, ketegangan perdagangan global terjadi dan membuat ekonomi dan perdagangan dunia melambat,” tutur Perry dalam konferensi pers BMEB, Kamis (29/8).

Kedua, adanya perubahan pola serta volatilitas arus modal antarnegara yang makin tinggi. Perry mengatakan, perbedaan suku bunga, yield maupun return di suatu negara tidak lagi menjadi penentu arus masuk modal.

Baca Juga: ISEI menyusun rekomendasi kebijakan ekonomi untuk pemerintah

Faktor premi risiko masing-masing negara makin menentukan, terutama pasca kebijakan taper tantrum yang membuat arus modal antarnegara lebih bergejolak.




TERBARU

[X]
×