kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 2.175.000   4.000   0,18%
  • USD/IDR 16.742   -34,00   -0,20%
  • IDX 8.099   58,67   0,73%
  • KOMPAS100 1.123   8,34   0,75%
  • LQ45 803   6,91   0,87%
  • ISSI 282   2,37   0,85%
  • IDX30 422   3,62   0,87%
  • IDXHIDIV20 480   0,21   0,04%
  • IDX80 123   1,39   1,14%
  • IDXV30 134   0,51   0,38%
  • IDXQ30 133   0,20   0,15%

Gerindra: Polri arogan di kasus korupsi Korlantas


Jumat, 03 Agustus 2012 / 14:02 WIB
Gerindra: Polri arogan di kasus korupsi Korlantas
ILUSTRASI. Harga emas Antam kembali turun ke Rp 939.000 per gram


Reporter: Dyah Megasari |

JAKARTA. Polri dinilai bersikap arogan terkait langkahnya yang mengutus anggota ke gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk menjaga dokumen dan barang bukti hasil sitaan di Markas Korps Lalu Lintas (Korlantas) Polri.

"Arogansi berlebihan yang tidak perlu dilakukan," ucap anggota Komisi III dari Fraksi Partai Gerindra Martin Hutabarat di Gedung Kompleks Parlemen Senayan, Jumat (3/8).

Seperti diberitakan, Polri mengutus beberapa anggotanya untuk mengawal dokumen hasil sitaan yang disimpan di kontainer di belakang Gedung KPK. Informasi dari KPK, penyidik belum dapat mengakses dokumen itu.

Bahkan, ada ultimatum dari pejabat Polri bahwa dokumen itu hanya bisa diakses sepengetahuan dirinya. Pihak Polri beralasan juga membutuhkan dokumen tersebut karena tengah menangani kasus yang sama.

Martin menilai tidak masuk akal alasan Polri juga membutuhkan dokumen itu. Pasalnya, para penyidik yang saat ini bekerja di KPK diutus resmi oleh Polri. Dengan demikian, Polri harus mempercayai anggotanya di KPK.

"KPK punya hak atas barang bukti itu. Apa gunanya disita kalau cuma dijadikan pajangan?," kata Martin.

Martin menambahkan, Polri sebaiknya menyerahkan perkara itu kepada KPK sesuai Pasal 50 Undang-Undang Nomor 30/2002 tentang KPK. Pasal itu mengatur jika ada penyidikan yang bersamaan antara Kepolisian atau Kejaksaan dengan KPK, maka Kepolisian atau Kejaksaan harus menghentikan penyidikan.

Polri, lanjutnya, tidak bisa memakai landasan nota kesepahaman antara KPK dan Polri lantaran posisinya lebih rendah dari UU. Jika Polri bersikukuh mempertahankan kasus itu, tambah Martin, malah akan semakin menyudutkan Polri.

"Kalau bersikukuh, orang semakin bertanya-tanya seolah ada yang hendak ditutupi Polri. Padahal belum tentu. Polisi legowo saja, masih banyak persoalan yang harus diurus polisi. Ini sudah dapat sorotan yang luas oleh publik. Saya kira polisi harus bijak dan arif melihat reaksi publik, jangan diabaikan," pungkas dia.

Banyak anggapan, kasus korupsi yang melibatkan sang jenderal kepolisian ini merupakan sumber konflik Cicak versus Buaya jilid II. (Sandro Gatra/Kompas.com)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Business Contract Drafting GenAI Use Cases and Technology Investment | Real-World Applications in Healthcare, FMCG, Retail, and Finance

[X]
×