kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   21.000   1,38%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Gelombang PHK industri media di tengah wabah Covid-19


Selasa, 21 April 2020 / 16:34 WIB
Gelombang PHK industri media di tengah wabah Covid-19
ILUSTRASI. ilustrasi media massa, koran, harian.


Reporter: Barly Haliem, Sandy Baskoro | Editor: Sandy Baskoro

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Wabah corona (Covid-19) kini menghantam segala lini kehidupan. Tidak hanya berdampak terhadap sektor kesehatan, Covid-19 mulai mengancam sektor tenaga kerja media massa. Menurunnya aktivitas perekonomian menyebabkan gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) di industri media bermunculan.

Taufiqurrohman, Ketua Divisi Serikat Pekerja AJI Jakarta menyebutkan, berdasarkan laporan yang masuk ke Posko Pengaduan LBH Pers dan AJI Jakarta hingga 20 April 2020, ada 23 orang jurnalis dan pekerja media yang mengalami persoalan ketenagakerjaan di beberapa perusahaan media di Jakarta.

Baca Juga: Agar media massa tak kolaps, Dewan Pers meminta pemerintah kucurkan insentif

Bila dilihat dari pola persoalan ketenagakerjaan yang diterima itu, kebanyakan adalah PHK sepihak oleh perusahaan secara mendadak. Perusahaan memberitahukan pekerja pada bulan berjalan. "Padahal gaji bulan sebelumnya belum dibayar dan perusahaan mengaku kesulitan. Pada hari itu juga pekerja "dirumahkan" tanpa mekanisme yang jelas," ungkap Taufiqurrohman, dalam rilis yang diterima Kontan.co.id, Selasa (21/4).

Pada laporan kasus PHK dengan pesangon, jumlah pesangon yang ditawarkan perusahaan tidak sesuai dengan ketentuan. Beberapa perusahaan, misalnya, hanya memberikan pesangon sebanyak dua kali gaji yang dibawa pulang (take home pay).

Kondisi perusahaan melakukan PHK dengan alasan efisiensi sebenarnya diatur pada Pasal 164 ayat 3 UU 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Formulasi pesangon yang diberikan perusahaan itu seharusnya dua kali uang pesangon, satu kali uang penghargaan masa kerja, dan uang penggantian hak. Jumlah uang pesangon ditentukan berdasarkan masa kerja.

Pada pengaduan yang lain, perusahaan meminta pekerja mengambil cuti tahunan atau cuti tanpa dibayar. Hal itu tentu merugikan pekerja karena upah tidak dibayar sehingga pekerja tidak bisa memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.

"Kami juga mendapatkan laporan ada keputusan PHK yang ditangguhkan karena pekerja mempertanyakan. Lantas perusahaan malah memutasi pekerja itu ke posisi yang tidak sesuai dengan kompetensinya sebagai jurnalis, misalnya, dimutasi menjadi bagian administrasi dan keuangan," tambah Mustafa, Pengacara Publik LBH Pers.

Selain laporan yang diterima Posko Pengaduan LBH Pers dan AJI Jakarta, beberapa jurnalis dan pekerja media ada juga yang berkonsultasi terlebih dahulu secara informal terkait wacana akan dilakukan pengurangan upah oleh perusahaan.

Baca Juga: Sri Mulyani perluas insentif pajak, tapi Industri pers tidak termasuk

Atas situasi tersebut, LBH Pers dan AJI Jakarta memberikan sedikitnya dua catatan. Pertama, mengimbau para pengusaha media untuk mendahulukan solusi yang terbaik untuk kedua pihak. Keterbukaan tentang kondisi keuangan perusahaan dan komunikasi menjadi dua indikator penting dalam membangun kepercayaan antara pekerja dengan pengusaha media.

Kedua, mengimbau para pekerja media untuk sadar akan hak-hak normatif pekerja sehingga akan meminimalkan pelanggaran-pelanggaran ketenagakerjaan.

Sektor media memang sedang keteteran. Belum lama ini perusahaan pers meminta pemerintah memberikan dukungan insentif demi keberlangsungan usaha.

Ketua Dewan Pers Muhammad Nuh menyebutkan industri media massa menghadapi dampak serius dari krisis ekonomi akibat wabah corona. Padahal media massa peran penting dalam menyajikan informasi untuk masyarakat. Pemberitaan pers yang mencerahkan dan menyejukkan masyarakat bahkan semakin relevan pada situasi krisis seperti sekarang ini.

Berikut ini usulan insentif bagi perusahaan pers yang merupakan hasil pembicaraan Dewan Pers dengan konstituen pers nasional.

1. Penghapusan kewajiban pembayaran pajak penghasilan (PPh) 21, 22, 23, 25 selama tahun 2020;
2. Penghapusan PPh omzet untuk perusahaan pers tahun 2020;
3. Penangguhan pembayaran denda-denda bayar pajak terutang sebelum 2020;
4. Pembayaran BPJS Kesehatan dan Ketenagakerjaan tahun 2020 ditanggung oleh negara;
5. Pemberlakuan subsidi 20% dari tagihan listrik bagi perusahaan pers selama masa pandemi berlangsung;
6. Pengalokasian anggaran diseminasi program dan kinerja pemerintah untuk perusahaan pers yang terdaftar di Dewan Pers. Dengan demikian, serta dengan tetap menjaga independensi dan profesionalisme pers, pemerintah mellaui cara ini dapat berperan mendukung keberlangsungan hidup perusahaan pers yang kredibel pada situasi krisis;
7. Pemberlakuan subsidi sebesar 10% (sepuluh persen) per kilogram pembelian bahan baku kertas untuk media cetak. Subsidi ini sangat penting karena harga kertas yang mengikuti pergerakan kurs rupiah terhadap dolar pada situasi krisis semakin memberatkan hidup media massa cetak;
8. Penghapusan biaya Izin Stasiun Radio (ISR) dan Izin Penyelenggaraan Penyiaran (IPP) untuk media penyiaran radio dan media penyiaran televisi tahun 2020;
9. Pemberlakukan ketentuan tentang paket data internet bertarif rendah untuk masyarakat kepada perusahaan penyedia layanan internet. Hal ini bertujuan mengantisipasi turunnya daya beli masyarakat akibat krisis ekonomi pasca-pandemi yang juga dapat menyebabkan turunnya tingkat readership masyarakat terhadap berita berkualitas. Padahal readership yang tinggi justru menjadi kebutuhan pada masa krisis.

Baca Juga: Pemerintah tambah 11 sektor yang mendapat insentif pajak, simak daftar lengkapnya

Berdasarkan informasi yang beredar, pemerintah telah mempersiapkan kebijakan pengurangan pajak untuk sektor manufaktur. "Kami berharap rencana kebijakan ini dapat diperbaiki dengan memasukkan sektor industri media massa sebagai bagian dari prioritas penerima insentif ekonomi pemerintah," ungkap Nuh, dalam pernyataan resminya, Jumat (9/4).

Dewan Pers berpandangan skema pengurangan atau penghapusan pajak serta insentif lain semestinya juga berlaku pada industri media seperti diberlakukan pada sektor penting lainnya.

Namun belakangan, pemerintah memastikan tidak akan memberikan insentif pajak bagi perusahaan pers. Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan memang ada perluasan insentif pajak kepada 11 sektor usaha, namun tidak termasuk perusahaan pers.

Padahal, sebelumnya Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartanto mengisyaratkan perusahaan media dapat potongan pajak setidak-tidaknya keringanan pajak penghasilan (PPh) Pasal 21 atau pajak karyawan dengan penghasilan maksimal Rp 200 juta per tahun.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU

[X]
×