kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Firmanzah: Ekonomi tetap tumbuh 5,8%-5,9% di 2013


Senin, 09 September 2013 / 21:20 WIB
Firmanzah: Ekonomi tetap tumbuh 5,8%-5,9% di 2013
ILUSTRASI. Selamat Hari Kartini, Ini Contoh Kata-Kata Ucapan & Link Twibbon untuk Status Medsos


Reporter: Dikky Setiawan | Editor: Dikky Setiawan

JAKARTA. Pemerintah tetap optimistis Indonesia masih mampu mencapai salah satu negara dengan pertumbuhan ekonomi tertinggi di dunia. Meski ekonomi dunia diprediksi hanya tumbuh 3,1% di tahun ini.

Staf Khusus Presiden Indonesia bidang Ekonomi dan Pembangunan Firmanzah mengatakan, ekonomi Indonesia diyakini pada tahun 2013 masih akan bisa tumbuh pada kisaran 5,8%-5,9%. Hal ini karena pemerintah konsisten melaksanakan reformasi struktural di bidang ekonomi.

“Kunci dari kemampuan Indonesia untuk terus meningkatkan fundamental ekonomi sekaligus meningkatkan daya tahan (resilient) terhadap goncangan ekonomi global adalah reformasi struktural yang terus dilakukan sejak beberapa tahun terakhir,” kata Firmanzah seperti dikutip dari laman Sekretariat Kabinet di Jakarta, Senin (9/9/2013).

Firmanzah mengemukakan, seiring dengan trend global, perlambatan pertumbuhan ekonomi juga dirasakan Indonesia. Perlambatan permintaan ekspor komoditas Indonesia dan kebijakan tight money policies sebagai antisipasi gejolak pasar keuangan global akan mengurangi realisasi pertumbuhan ekonomi nasional.

"Walaupun begitu, kami optimis pertumbuhan ekonomi Indonesia di tahun ini akan berada dalam kisaran 5,8 -5,9 persen dan masih tercatat sebagai pertumbuhan tinggi di antara anggota G-20," katanya.

Menurut Guru Besar Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia itu, terdapat empat reformasi struktural yang telah dan sedang dilakukan oleh Indonesia sehingga bisa bertahan di tengah perlambatan pertumbuhan ekonomi dunia.

Pertama, pasca krisis ekonomi 1998, Indonesia menjalankan kebijakan baik fiskal maupun moneter yang mengedepankan makroprudential. Defisit APBN terhadap PDB dijaga dalam rentan yang aman yaitu di bawah 3 persen. Selain itu, proporsi utang terhadap PDB juga terus diturunkan dari 56,6 persen pada tahun 2004, menjadi 28,4 persen pada 2009. "Saat ini proporsi ini dapat terus ditekan dalam kisaran 24 persen,” tambahnya.

Selain itu, lanjut Firmanzah, pemberian stimulus fiskal selama krisis ekonomi dunia 2008 juga sangat terukur dan sesuai dengan kemampuan negara. Sementara itu, kebijakan moneter juga terus mengedepankan prinsip kehati-hatian dalam pengelolaan cadangan devisa, penetapan tingkat suku bunga acuan, dan intervensi terukur dalam pengelolaan nilai tukar mata uang rupiah.

Reformasi struktural kedua, kata Firmanzah, adalah diimplementasikan strategi keep-buying policies yang dilakukan sejak 2004. Strategi ini telah memperkuat struktur pasar domestik. Ketersediaan permintaan dari sisi pasar yang memadai menjadi stimulus bagi bergeraknya dunia usaha di Indonesia.

“Pelaku dunia usaha di Indonesia menikmati excess-demand yang sangat besar. Hal ini mempercepat pemulihan kinerja usaha baik BUMN, swasta nasional, kperasi dan sektor UMKM di Indonesia,” jelasnya.

Reformasi struktural ketiga, dilakukan melalui percepatan pembangunan infrastruktur di Indonesia. Ia menyebutkan, melalui Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) yang diluncurkan pada 2011 menandai orientasi Indonesia untuk lebih menyeimbangkan sisi produksi (supply-side).

Sejumlah proyek pembangunan infrastruktur dan sektor riil dipercepat pembangunannya untuk meningkatkan konektivitas serta efisiensi jaring produksi nasional.

Reformasi struktural keempat, adalah upaya terus menerus melakukan perbaikan dari sisi doing-business di Indonesia. Upaya ini dilakukan melalui penataan sistem dan budaya kerja baik di tingkat pusat maupun daerah untuk terus mengurangi ekonomi biaya tinggi (high cost economy) melalui serangkaian program nasional dari mulai reformasi birokrasi, konsistensi dalam pemberantasan korupsi, perbaikan dan penyederhanaan regulasi-prosedur investasi, program Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP), sampai dengan otomatisasi pelayanan publik.

“Keempat reformasi struktural yang secara konsisten kita lakukan selama ini meskipun belum sepenuhnya tuntas, namun telah membuahkan hasil positif,” jelasnya. (Didik Purwanto/Kompas.com)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×