Reporter: Anggar Septiadi | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Menyamarkan uang via money changer jadi salah satu modus dalam mengalirkan uang yang diduga sebagai fee proyek bagi terdakwa Kasus E-KTP Setya Novanto.
Hal ini terungkap dari sidang pemeriksaan empat saksi untuk terdakwa Setya Novanto di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Kamis (11/1).
Salah satu saksi yang dihadirkan JPU dalam persidangan yaitu Rizwan, Marketing Manager PT PT Inti Valuta Money Changer menjelaskan bagaimana mekanisme uang yang diduga fee tersebut dari PT Biomorf Mauritius sampai di tangan Irvanto Hendra Pambudi Cahyo, Keponakan Setya Novanto yang diduga jadi perantara penerimaan uang Setnov sebesar US$ 3,5 juta.
"Dia (Irvanto) cerita mau barter dollar. Dia bilang mau tukar. Dia ada dollar di luar negeri dan tetap mau terima dollar di Jakarta, itu namanya barter, dan itu biasa dalam money changer" ucapnya saat ditanya Hakim di pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (11/01).
Rizwan menjelaskan, Irvanto lebih menginginkan pemindahan uang melalui cara barter, lantaran dengan skema transfer langsung biayanya lebih mahal dan prosesnya lebih panjang.
Namun dalam memindahkan uang tersebut, Irvan tak bekerja banyak, lantaran ia kemudian menghubungi Djuli Hira, Komisaris PT Berkah Langgeng Abadi yang jadi salah satu saksi juga dalam sidang tersebut untuk menyediakan rekening yang digunakan menampung dollar dari Irvanto.
"Saya diajak Pak Rizwan karena perusahaan saya memiliki ijin remitansi," keterangan Djuli kepada majelis hakim.
Kepada majelis hakim, Djuli mengakui menyediakan tiga hingga empat rekening yang berasal dari nasabah maupun perusahaan money changer yang berada di Singapura. Ia juga mengatakan ada sebelas kali transaksi dengan nilai total mencapai US$ 2,75 juta yang ditransfer ke rekening yang disediakan Djuli.
Dari presentasi yang dipaparkan JPU, sumber dana ditransfer dari perusahaan misalnya Golden Victory, Cosmic Enterprise, Pacific Oleo Chemical, Hong Kong Trading co, dengan nilai uang yang ditransfer berkisar US$ 100 ribu hingga US$ 500 ribu. Namun semua dana tersebut bersumber dari Biomorf Mauritius.
Biomorf Mauritius sendiri merupakan anak perusahaan PT Biomorf Lone, penyedia produk automated finger print identification system (AFIS) merek L-1, di proyek E-KTP.
"Uang yang dikirim dari Biomorf, itupun saya diberitahu oleh pak Santoso setelah kasus E-KTP mencuat," jawab Djuli kepada majelis hakim.
Setelah memastikan uang yang ditransfer telah sampai di rekening yang disediakan. Djuli kemudian menghubungi Rizwan guna memberikan uang tunai. Ia mengaku pemberian kepada Rizwan dilakukan dalam tiga tahap. Pertama, dan kedua senilai US$ 1 juta, dan tahap ketiga senilai US$ 550 ribu.
Setelahnya Rizwan menindaklanjutinya dengan berkorespondensi dengan Irvanto soal siapa yang akan menjemput uang tersebut.
Dari pemindahan uang tersebut, dua perusahaan tadi dapat fee sebesar Rp 100 perdollarnya atau senilai Rp 260 juta yang dibagi dengan persentase 60% atau senilai Rp 156 juta untuk PT Inti Valuta Money Changer dan 40% atau senilai Rp 104 juta untuk PT Perka Langgeng Abadi.
Namun Djuli mengaku hanya mendapatkan fee sebesar Rp 40 juta, sebab kata Djuli, ia juga memberikan fee kembali bagi para pemilik rekening yang ia pinjam. "Kisarannya 10 poin hingga 20 poin," kata Djuli.
Saksi lain yang dihadirkan JPU KPK yaitu Nunuy Kurniasih, Pegawai PT Berkah Langgeng Abadi mengatakan dalam catatan transfer disebutkan, bahwa uang yang ditransfer dimaksudkan untuk pembayaran software development.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News