Reporter: Adi Wikanto | Editor: Edy Can
JAKARTA. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) meminta produk-produk peningkat oktan dikenakan pajak yang lebih besar. Sebab, harga produk peningkat oktan turut menyebabkan penggunaan bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi membengkak.
Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian ESDM Evita Legowo sudah melayangkan ke Kementerian Perdagangan. "Kami hanya meminta agar pajaknya diperbesar, silakan Kementerian Perdagangan yang menentukan," kata Evita, disela-sela rapat kerja dengan Komisi VII DPR, Rabu (22/9).
Sebenarnya, produk-produk peningkat oktan sudah kena pajak, seperti Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Namun, pajak itu masih kurang. Akibatnya, harga produk peningkat oktan masih murah. "Harga produk itu hanya ratusan ribu rupiah saja," kata Evita.
Makanya ia berharap, harga produk peningkat oktan bisa meningkat dengan pengenaan pajak berganda. Ini bertujuan agar program pemerintah bisa mengatur ulang penggunaan BBM bersubsidi lebih tepat sasaran dan mencapai target.
Sebab, saat ini penggunaan subsidi BBM sudah melebihi jatah. Hingga Agustus kemarin, penggunaan BBM bersubsidi sudah mencapai 25,16 juta Kilo Liter (KL). Padahal, targetnya hanya sekitar 24 juta KL saja. Kementerian ESDM mensinyalir, selama ini pemilik mobil mewah lebih memilih menggunakan BBM subsidi dan peningkat oktan ketimbang membeli BBM nonsubsidi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News