Reporter: Fahriyadi | Editor: Dupla Kartini
JAKARTA. Kontroversi terkait putusan susu formula, kian memanas. Setelah Institut Pertanian Bogor (IPB) mengajukan Peninjauan Kembali (PK) dan menyatakan putusan Mahkamah Agung (MA) tak bisa dieksekusi, kini muncul berbagai gugatan bantahan dari empat universitas terhadap putusan MA.
Gugatan yang diajukan 4 kampus itu untuk mendukung langkah IPB yang menjunjung tinggi kode etik penelitian. Keempat universitas itu adalah Universitas Sumatera Utara, Universitas Andalas, Universitas Hasanudin dan Universitas Indonesia. Mereka menggugat dan memohon kepada hakim supaya putusan tidak bisa dieksekusi.
Namun, Ketua MA Harifin Tumpa menilai, putusan hakim tidak bisa digugat. Dia menilai gugatan 4 kampus sebagai tindakan yang aneh. "Biarkan saja mereka (para rektor) menggugat, pada dasarnya putusan hakim tidak bisa digugat," ujar Harifin di Gedung MA, Jumat (20/5).
Dia menambahkan, permasalahan bisa atau tidaknya pelaksanaan eksekusi itu merupakan persoalan di lapangan. Masyarakat boleh atau berhak untuk tidak setuju dengan putusan hakim. Lanjutnya, cara yang elegan adalah dengan mengajukan upaya hukum yang ada. "Kami mempersilahkan pihak yang tidak puas untuk mengajukan PK," tegasnya.
Harifin merupakan Ketua Majelis Kasasi yang turut memutus perkara susu formula berbakteri ini. Dia menyebut, tidak diumumkannya penelitian yang dilakukan IPB ke publik sebagai sebuah kejanggalan. Terlebih lagi, setelah ada putusan hakim yang sudah berkekuatan hukum tetap, pihaknya bersikukuh untuk tetap tidak mau mengumumkan.
Persoalan ini bermula ketika para peneliti IPB menemukan adanya kontaminasi Enterobacter Sakazakii sebesar 22,73% dari 22 sampel susu formula yang beredar tahun 2003 hingga 2006. Hasil riset itu dilansir Februari 2008. Namun, IPB tidak bersedia menyebutkan merek susu yang dimaksud. Lalu, MA memerintahkan IPB untuk membuka nama merek susu tersebut.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News