kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.846.000   69.000   3,88%
  • USD/IDR 16.804   66,00   0,39%
  • IDX 6.254   286,04   4,79%
  • KOMPAS100 892   48,19   5,71%
  • LQ45 707   37,74   5,64%
  • ISSI 193   7,28   3,92%
  • IDX30 373   19,75   5,60%
  • IDXHIDIV20 451   19,32   4,47%
  • IDX80 101   5,64   5,89%
  • IDXV30 106   4,60   4,54%
  • IDXQ30 123   5,40   4,59%

Empat fakta terkait wacana sistem upah per jam yang menuai pro-kontra


Jumat, 27 Desember 2019 / 04:04 WIB
Empat fakta terkait wacana sistem upah per jam yang menuai pro-kontra


Reporter: Abdul Basith, Vendi Yhulia Susanto | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie

Skema pengupahan tersebut akan menuntut produktifitas pekerja. Meski begitu kebijakan tersebut perlu didiskusikan secara komprehensif.

Sistem tersebut juga harus dibarengi dengan kebijakan dan aturan yang ketat. Sehingga nantinya tidak menjadi polemik yang berkepanjangan dalam pengupahan.

4. Serikat Buruh menolak upah per jam

Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) menolak sistem upah berdasarkan jam kerja.

Ketua Departemen Komunikasi dan Media Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Kahar S Cahyono, mengatakan, wacana tersebut justru semakin merugikan kaum buruh.

Baca Juga: Setelah Omnibus Law, pemerintah permudah UMK untuk menjadi PT

"Kami menolak sistem upah berdasarkan jam kerja," kata Kahar kepada Kontan, Kamis (26/12).

Kahar menyebutkan, sistem pengupahan yang ada saat ini saja terbilang masih rendah. Sebab itu, rencana sistem pengupahan tersebut semakin mengurangi pendapatan pekerja.

Kahar mengatakan, sistem pengupahan itu malah bisa menjadi celah bagi pengusaha untuk mempekerjakan buruh semaunya. Ia mencontohkan, jika wacana itu terealisasi, bisa saja sebagian pekerja bidang ritel hanya dipekerjakan saat akhir pekan saja. Hal itu karena ritel akan ramai pengunjung pada saat akhir pekan.

Baca Juga: Pemerintah tawarkan kemudahan bagi UMK lewat Omnibus Law

Lebih lanjut, Kahar mengatakan, pemerintah seharusnya melibatkan pihak buruh dalam setiap penentuan kebijakan. Ia berharap keterlibatan itu tidak hanya sekedar formalitas yang hanya mengundang serikat buruh dalam suatu pertemuan. Akan tetapi juga menyerap aspirasi buruh.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU

[X]
×