Reporter: Arif Ferdianto | Editor: Noverius Laoli
Yusri tak menampik, pembukaan keran ekspor BBL akan menurunkan semangat pembudidaya lobster dalam negeri, sebab dianggap benur yang diekspor akan lebih cepat mendapat hasil.
“Padahal jika lobster hasil (budidaya) jauh lebih besar, tapi bagi nelayan atau pembudiya yang ekonominya pas-pasan atau kecil, lebih cepat terima hasilnya,” terangnya.
Lebih lanjut, Yusri bilang, pembukaan ekspor BBL ini bisa membuka celah korupsi karena adanya kegiatan jual-beli kuota tangkapan benur antara eksportir dan pemberi izin.
“Kan Menteri KKP yang lama ditangkap KPK. Akhirnya kita akan muncul desakan untuk mencabut Permen KKP untuk ekspor benur,” pungkasnya.
Baca Juga: Ada Pejabat Indonesia Terlibat Suap Kasus Perusahaan Jerman, Begini Respons KPK
Untuk diketahui, di pasal 2 ayat (2) Permen KP 7/2024 menyebut kuota penangkapan BBL ditetapkan oleh Menteri dengan mempertimbangkan potensi sumber daya Ikan (SDI) yang tersedia dan jumlah tangkapan yang diperbolehkan serta tingkat pemanfaatan atas rekomendasi komisi nasional pengkajian SDI.
Berdasarkan Keputusan Menteri KP (Kepmen KP) Nomor 28 Tahun 2024, estimasi potensi jumlah tangkapan yang diperbolehkan dan kuota tangkapan BBL dari 11 Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia (WPPNRI), sebagai berikut:
Estimasi potensi BBL mencapai 465.793.021 ekor, sementara jumlah tangkapan yang diperbolehkan dan kuota penangkapan benur sebanyak 419.213.719 ekor. Adapun BBL tersebut meliputi jenis mutiara, pasir dan sebagainya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News