Reporter: Arif Ferdianto | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Keran ekspor benur atau benih bening lobster (BBL) kembali dibuka, di mana ekspor ini dilakukan untuk kegiatan budidaya di luar negeri.
Hal ini dilakukan berdasarkan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan (Permen KP) Nomor 7 Tahun 2024 tentang Pengelolaan Lobster (Panulirus spp.), Kepiting (Scylla spp.) dan Rajungan (Portnusspp.) yang mulai berlaku pada 21 Maret 2024.
Staf Khusus Bidang Hubungan Media dan Komunikasi Publik Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Doni Ismanto menjelaskan pelaksanaan budidaya di luar negeri hanya bisa dilakukan oleh investor yang telah membentuk perseroan terbatas (PT) dan telah melaksanakan budidaya di Indonesia.
Baca Juga: Menilik Permen KP Nomor 7 Tahun 2024, Ekspor BBL Kembali Dibuka untuk Budidaya
“Saat ini telah ada beberapa perusahaan joint venture dalam pengelolaan BBL,” ujarnya kepada Kontan.co.id, Minggu (12/5).
Doni mengungkapkan, di pasal 2 ayat (2) Permen KP 7/2024 menyebut kuota penangkapan BBL ditetapkan oleh Menteri dengan mempertimbangkan potensi sumber daya Ikan (SDI) yang tersedia dan jumlah tangkapan yang diperbolehkan dengan mempertimbangkan tingkat pemanfaatan atas rekomendasi komisi nasional pengkajian SDI.
Berdasarkan Keputusan Menteri KP (Kepmen KP) Nomor 28 Tahun 2024, estimasi potensi jumlah tangkapan yang diperbolehkan dan kuota tangkapan BBL dari 11 Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia (WPPNRI), sebagai berikut:
Estimasi potensi BBL mencapai 465.793.021 ekor, jumlah tangkapan yang diperbolehkan dan kuota penangkapan benur sebanyak 419.213.719 ekor. Adapun BBL tersebut meliputi jenis mutiara, pasir dan sebagainya.
Doni menuturkan, harga patokan terendah (HPT) BBL di tingkat nelayan yang nantinya akan dibeli oleh Badan Layanan Umum (BLU) Perikanan Budidaya sebesar Rp 8.500 per ekor. Di mana, ini tercantum dalam Kepmen KP Nomor 24 tahun 2024 tentang HPT BBL di nelayan.
Baca Juga: Ekspor Benur, Investor Gandeng Badan Layanan Umum Kementerian Kelautan dan Perikanan
Selain itu, kata dia, patokan harga ini akan dievaluasi secara berkala paling sedikit dalam jangka waktu enam bulan sekali atau sewaktu-waktu bila diperlukan.
“Angka ini ditetapkan oleh Menteri berdasarkan usulan Direktur Jenderal yang menyelenggarakan tugas teknis di bidang penguatan daya saing produk kelautan dan perikanan,” tuturnya.
Lebih lanjut, Doni menambahkan, BLU sebagai pembeli BBL memiliki alur sebagai berikut, pertama BLU akan bekerja sama dengan nelayan-nelayan yang tergabung dalam Kelompok Usaha Bersama (KUB), di mana mereka memiliki kuota penangkapan.
“Kedua, investor mengajukan permohonan kuota BBL untuk budidaya di dalam dan di luar negeri ke DJPB, apabila disetujui, maka investor melakukan pembelian BBL ke BLU sesuai dengan kuota yang diberikan,” pungkasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News