kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.871.000   0   0,00%
  • USD/IDR 16.445   -75,00   -0,45%
  • IDX 7.107   66,36   0,94%
  • KOMPAS100 1.034   12,73   1,25%
  • LQ45 806   9,73   1,22%
  • ISSI 223   1,91   0,86%
  • IDX30 421   5,94   1,43%
  • IDXHIDIV20 502   10,81   2,20%
  • IDX80 116   1,41   1,23%
  • IDXV30 120   2,66   2,27%
  • IDXQ30 138   2,04   1,50%

Eks pemilik Pantai Indah Selat Sunda gugat kurator


Kamis, 23 Oktober 2014 / 16:39 WIB
Eks pemilik Pantai Indah Selat Sunda gugat kurator
ILUSTRASI. Ini 4 Cara Update Windows 10 melalui Command hingga Aplikasi Tambahan


Reporter: Noverius Laoli | Editor: Uji Agung Santosa

JAKARTA. Pemilik bekas perusahaan PT Pantai Indah Selat Sunda (PISS) bernama Stefanus Setiono Gunawan mengugat tim kurator yang melikuidasi aset PISS dan otoritas lelang Kota Bekasi. Walau likuidasi dilakukan setelah ada pernyataan pailit oleh Pengadilan Niaga (PN) Jakarta Pusat, namun Stefanus menuding kedua kurator PISS bernama Sugiharta Gunawan dan Suharti telah melakukan perbuatan melawan hukum (PMH).

Kuasa hukum Stefanus, Jahmada Girsang mengatakan proses kepailitan PISS hingga eksekusi lelang aset dinilai cacat hukum. Pasalnya menurut Jahmada pemohon pailit seharusnya adalah direktur utama yakni kliennya. Namun dalam kasus ini, justru pemegang saham minorinaslah yakni Dadi Darmawan yang mendalangi permohonan pailit. Padahal, tidak pernah ada Rapat Umum Pemegang Saham. "Jadi putusan kepailitan ini janggal," terang Jahmada, Kamis (23/10).

Jahmada menjelaskan bahwa kliennya tidak pernah menerima berkas-berkas apa pun secara sah terkait dengan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) PISS dan Kepailitan PISS. Bahkan, Stefanus juga tidak mengetahui risalah lelang atas aset PISS yang dilakukan pada 21 April 2014, kendati sudah mengajukan surat permohonan kepada Ketua PN Jakarta Pusat dan Kepala Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) Bekasi.

PISS telah dinyatakan pailit berdasarkan putusan Pengadilan Niaga Jakarta Pusat No. 36/Pdt.Sus-Pailit/2012/PN.Niaga.Jkt.Pst pada 6 September 2012. Sebelumnya, perusahaan pengembang tersebut juga telah berstatus PKPU pada 19 Juli 2012 dengan putusan No. 32/Pdt.Sus-PKPU/2012/PN.Niaga.Jkt.Pst.

Jahmada mengatakan telah meminta risalah dari KPKNL Bekasi. Namun hingga berkas gugatan dengan No. 196/Pdt.G/2014/PN.Jkt.Pst didaftarkan pada 28 April 2014, KPKNL Bekasi tidak dapat memberikan dan menunjukkan risalah tersebut. Padahal, hal tersebut bisa menjadi bukti yang paling penting bagi penggugat sebagai pihak yang mewakili PISS.

KPKNL Bekasi telah melakukan lelang aset dengan nilai sebesar Rp 22 miliar pada 21 April 2014. Atas lelang tersebut, lanjut Jahmada, kliennya menderita kerugian sebesar Rp 10 miliar karena minimnya harga lelang tersebut.

Menurut Jahmada, permohonan PKPU awalnya diajukan oleh Dadi Darmawan pemilik saham minoritas PISS. Padahal, Stefanus dan direksi PISS yang lain tidak pernah melakukan RUPS dan tidak menyetujui Dadi untuk mewakili PISS mengajukan permohonan PKPU. Hal itu sesuai dengan ketentuan Pasal 224 Undang-Undang No. 37/2004 tentang Kepailitan dan PKPU. Dalam hal debitur adalah perseroan terbatas, permohonan PKPU atas prakarsanya sendiri hanya dapat diajukan setelah mendapatkan persetujuan RUPS yang sah. Dengan demikian, putusan PKPU dan pailit harus dinyatakan batal demi hukum.

Selain itu, Jahmada menilai pelaksanaan lelang eksekusi di KPKNL Bekasi bisa dinyatakan sebagai PMH dan batal demi hukum. Terlebih, pelaksanaan lelang harus sesuai dengan Peraturan Direktur Jenderal Kekayaan Negara No. 6/KN/2013. Berdasarkan Pasal 6 angka 4 huruf (f) dan (g) dalam beleid tersebut menyebutkan dokumen persyaratan lelang berupa asli/fotokopi diperlukan adanya bukti kepemilikan atau apabila bukti tidak dikuasai harus ada surat pernyataan dan persetujuan hakim pengawas bahwa boedel pailit dijual melalui lelang.

Jahmada mengungkapkan berdasarkan pasal tersebut KPKNL Bekasi telah melanggar prosedur karena bukti kepemilikan hak tanah sedang dijaminkan penggugat di Bank Mutiara.

Berdasarkan berkas jawabannya, kuasa hukum kurator, Ferry G. Panggabean membantah tudingan Stefanus. Ia berpendapat kliennya tidak berkapasitas menjawab tudingan tersebut, karena penunjukkan kedua kurator dilakukan berdasarkan putusan pengadilan.

Selain itu, Ferry juga mengajukan eksepsi absolut karena kliennya merupakan kurator yang diangkat oleh majelis PN Jakarta Pusat. Maka PN Jakarta Pusat tidak berwenang memeriksa dan mengadili perkara karena sudah masuk wilayah hukum Pengadilan Niaga Jakarta Pusat.

Atas sengketa tersebut, majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat mengabulkan eksepsi absolut yang diajukan tergugat pada Rabu (22/10). Gugatan Stefanus pun akhirnya kandas. Tapi, Jahmada mengatakan pihaknya mempertimbangkan upaya hukum atas putusan tersebut. Bisa upaya hukum banding atau gugatan baru.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU

[X]
×