Reporter: Vendy Yhulia Susanto | Editor: Anna Suci Perwitasari
KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Mantan pejabat Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengakui telah memberi perintah kepada Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) untuk menetapkan bunga pinjaman online (pinjol).
Hal ini merespon dugaan kartel bunga pinjaman online atau fintech peer to peer (P2P) lending yang tengah diusut Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU).
Direktur Pengaturan Perizinan dan Pengawasan Fintech periode 2017 – 2020 Hendrikus Passagi menjelaskan, OJK sebagai lembaga independen menerbitkan POJK Nomor 77 tahun 2016 yang terbit pada Desember 2016. Dalam POJK tersebut, OJK memberi ruang kepada penyelenggara fintech P2P lending menetapkan bunga pinjolnya masing – masing.
Namun, ketika fintech mulai beroperasi, Hendrikus melihat Fintech menetapkan bunga pinjol seenaknya. “Bunga seenaknya, ada fintech A bunganya 1%, fintech ini 5%, fintech ini 10%, itu di awal – awal Januari 2017,” ungkap Hendrikus saat ditemui Kontan di Kawasan Kebon Sirih Jakarta, Jumat (16/5).
Karena bunga pinjol tersebut, Hendrikus melihat ada ketidakadilan dan menerima pengaduan masyarakat yang meminjam uang ke pinjol. Akhirnya Hendrikus memerintahkan semua perusahaan pinjol membuat asosiasi untuk memudahkan OJK mengatur industri fintech P2P lending. AFPI kemudian resmi terbentuk pada tahun 2018.
Baca Juga: Indonesian Tobacco (ITIC) Ekspansi Pasar, Bidik Kenaikan 10% pada 2025
Setelah terbentuk, Hendrikus langsung memberi tugas AFPI yang salah satunya meminta kajian bunga pinjol dari benchmarking negara – negara di dunia. Singkat cerita, Hendrikus menetapkan bunga pinjol 0,8% per hari berdasarkan praktek yang ada di Inggris.
“Memang saya yang memerintahkan dengan beberapa pertimbangan yang 100% dasar instruksi saya adalah niat baik. Bukan seperti apa yang dikatakan di pasal 5 UU 5/1999. Bukan dia (penyelenggara pinjol) yang bersepakat, tapi saya yang memerintahkan,” ungkap Hendrikus.
Hendrikus juga mengaku siap menjadi saksi dalam persidangan dugaan kartel bunga pinjol di KPPU. “Bukan soal berani atau tidak (dipanggil KPPU). Saya wajib. Kalau saya tidak berani ngapain saya jadi pimpinan saat itu,” jelas Hendrikus.
Sebelumnya, Sekretaris Jenderal AFPI periode 2018-2023 Sunu Widyatmoko sempat menuturkan penetapan bunga 0,8% pada 2018 yang tertuang dalam Code of Conduct AFPI bertujuan untuk membedakan fintech lending legal dengan pinjol ilegal.
Pada dasarnya, Sunu bilang saat itu masyarakat sulit membedakan fintech lending legal dan pinjol ilegal, seiring dengan literasi keuangan yang masih sangat rendah.
Sunu menerangkan saat itu AFPI coba mencari referensi terkait penetapan suku bunga dan akhirnya mengacu pada industri fintech lending yang ada di Inggris.
Baca Juga: Nilai Ekonomi Digital Indonesia Berpotensi Tembus US$ 130 Miliar pada 2025
Terkait referensi tersebut, dia mengaku sempat komplain pada saat itu karena level risiko antara Inggris dan Indonesia sangat berbeda.
"Jadi, waktu itu kami bilang oke, mengacu pada Inggris. AFPI berdiskusi dengan OJK. Akhirnya, kami sepakat. Dasar penetapan itu memang inginnya OJK. Kami diminta untuk menurunkan oleh OJK," tuturnya.
Selanjutnya: Makassar Open Tournament Domino 2025 Bangun Sinergi Antar Tim
Menarik Dibaca: Makassar Open Tournament Domino 2025 Bangun Sinergi Antar Tim
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News