Reporter: Adinda Ade Mustami | Editor: Adi Wikanto
Jakarta. Perekonomian Indonesia ke depan masih akan menghadapi tantangan yang lebih berat. Salah satunya tantangan fiskal pada tahun depan, setelah pemerintah merampungkan implementasi program pengampunan pajak atau tax amnesty.
Mantan Menteri Keuangan sekaligus ekonom Muhammad Chatib Basri mengatakan, pemerintah perlu hati-hati dengan penerimaan pajak pada tahun ini yang terbantu oleh penerimaan dari program amnesti pajak. Sebab menurutnya, penerimaan pajak rutin hinga Oktober 2016 masih jeblok. Dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu, penerimaan pajak hanya tumbuh 0,48%.
Di sisi lain, peserta amnesti pajak yang mendeklarasikan hartanya mencapai Rp 4.000 triliun. Namun demikian menurutnya, tidak semua aset yang dideklarasikan tersebut bisa dipajaki lantaran ada sebagian aset yang berupa properti. Chatib memperkirakan, return of asset (ROA) dari aset yang dideklarasikan tersebut hanya sekitar 5%.
Dengan demikian, hanya aset Rp 200 triliun yang dapat dipajaki. Jika dikalikan dengan tarif pajak penghasilan (PPh) badan sebesar 25%, maka pemerintah hanya mendapatkan penerimaan pajak tambahan tahun depan sebesar Rp 50 triliun.
"Sehingga ada risiko penerimaan pajak tahun depan lebih rendah dari tahun ini," kata Chatib dalam acara UOB Economic Outlook di Hotel Indonesia Kempinski, Jakarta, Rabu (16/11).
Ia juga khawatir jika jumlah wajib pajak baru dari program amnesti pajak tidak banyak yang juga mempengaruhi penerimaan pajak di tahun depan, yang dapat mempengaruhi defisit anggaran dan pertumbuhan tahun depan. Oleh karena itu menurutnya, perbaikan sistem perpajakan perlu dilakukan untuk memaksimalkan data wajib pajak yang diperoleh dari kebijakan tersebut.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News