Reporter: Grace Olivia | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati tidak mengelak bahwa perekonomian global tengah mengalami perlambatan yang signifikan sepanjang tahun ini.
Hal tersebut tecermin dari berbagai proyeksi terhadap pertumbuhan ekonomi dunia yang terus direvisi turun. Bank Dunia, misalnya, memperkirakan ekonomi global hanya tumbuh 2,6% di 2019.
Baca Juga: BI: Bauran kebijakan moneter bantu dorong investasi langsung
Sementara IMF dan OECD masing-masing memprediksi pertumbuhan ekonomi dunia pada level 3,2% dan 2,9%.
“Volume perdagangan dunia di kuartal terakhir (kedua) bahkan di bawah 1%, terendah sejak periode krisis finansial,” ujar Sri Mulyani dalam forum CEO Networking, Kamis (31/10).
Meski begitu, Sri Mulyani menekankan, capaian pertumbuhan ekonomi Indonesia di tengah tantangan global yang berat itu tergolong resilien. Ekonomi Indonesia masih mampu tumbuh pada kisaran 5% kendati harga komoditas seluruhnya melesu.
Menurutnya, banyak negara lain yang pertumbuhannya lebih jauh melambat, bahkan negatif hingga berpotensi resesi. “Indonesia punya semacam kemampuan untuk menjaga pertumbuhan karena ukuran ekonomi kita memang besar. Market size menjadi semacam jaminan untuk menopang ekonomi kita di tengah ketidakpastian global,” lanjut Menkeu.
Baca Juga: Hadapi tantangan ekonomi, BI berkomitmen jaga stabilitas sistem keuangan
Berbekal kondisi fundamental perekonomian domestik yang masih solid, pemerintah berupaya terus menyampaikan sinyal positif tersebut kepada pasar dan dunia usaha.
Oleh karena itu, Sri Mulyani di hadapan para pemimpin perusahaan-perusahaan (CEO) dalam negeri, meminta agar para pelaku usaha tetap optimistis.
“Saya ingin tekankan kepada para CEO yang ada di sini: Jangan ikut gloomy. Kami sangat sadar kita ada dalam lingkungan global yang lemah, maka dari itu domestic demand harus dijaga tetap kuat,” tuturnya.
Dari sisi fiskal, Sri Mulyani mengingatkan bahwa stance kebijakan saat ini ialah menerapkan counter-cyclical sebagai stimulasi terhadap aktivitas perekonomian domestik.
Baca Juga: CIPS: Serapan tenaga kerja turun, pemerintah perlu tingkatkan kebijakan pro investasi
Ia memastikan pemerintah tetap mendorong belanja produktif melalui APBN dengan memperlebar defisit anggaran ke kisaran 2%-2,2% dari PDB.
Di samping itu, Sri Mulyani juga memastikan bahwa jajaran kementerian dalam pemerintahan periode kali ini lebih koheren dan koordinatif dalam merumuskan kebijakan perekonomian. Tujuannya, menciptakan iklim investasi dan ekonomi yang kondusif bagi para pelaku usaha maupun investor.
“Jadi teman-teman dunia usaha bisa mengimbanginya dengan optimisme. Ekonomi tidak mungkin ditarik oleh satu aktor saja, tapi merupakan kerja sama seluruh aktor ekonomi,” tandasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News