kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   6.000   0,39%
  • USD/IDR 16.200   -65,00   -0,40%
  • IDX 7.080   -2,93   -0,04%
  • KOMPAS100 1.048   -3,07   -0,29%
  • LQ45 822   1,36   0,17%
  • ISSI 211   -2,01   -0,94%
  • IDX30 422   2,45   0,58%
  • IDXHIDIV20 505   4,21   0,84%
  • IDX80 120   -0,32   -0,26%
  • IDXV30 123   -1,69   -1,35%
  • IDXQ30 140   1,02   0,74%

Ekonom: UMP Bisa Ditingkatkan Lebih Tinggi Untuk Mengangkat Konsumsi Masyarakat


Minggu, 01 Desember 2024 / 20:05 WIB
Ekonom: UMP Bisa Ditingkatkan Lebih Tinggi Untuk Mengangkat Konsumsi Masyarakat
ILUSTRASI. Presiden Prabowo Subianto secara resmi mengumumkan kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) untuk tahun 2025 sebesar 6,5%.


Reporter: Leni Wandira | Editor: Wahyu T.Rahmawati

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Presiden Prabowo Subianto secara resmi mengumumkan kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) untuk tahun 2025 sebesar 6,5%. Pengumuman tersebut disampaikan dalam konferensi pers di Istana Kepresidenan Jakarta, Jumat (29/11).

Kenaikan ini terjadi setelah Menteri Tenaga Kerja awalnya mengusulkan kenaikan 6%. Namun akhirnya UMP disepakati angka 6,5% setelah melalui diskusi dengan pihak serikat pekerja.

“Setelah mendengarkan masukan dari berbagai pihak, termasuk perwakilan buruh, kami memutuskan untuk menaikkan rata-rata UMP nasional tahun 2025 sebesar 6,5%,” ujar Prabowo dalam keterangannya.

Namun, kenaikan UMP yang masih di bawah angka yang diinginkan oleh serikat pekerja, yakni 8%-10%, menuai tanggapan kritis dari sejumlah ekonom.

Baca Juga: API: Kenaikan UMP 6,5% Berat Bagi Industri Padat Karya Tekstil dan Pakaian Jadi

Salah satunya Nailul Huda, Direktur Ekonomi Digital Center of Economics and Law Studies (Celios), yang menilai bahwa seharusnya UMP dapat ditingkatkan lebih tinggi lagi, mengingat faktor inflasi dan proyeksi pertumbuhan ekonomi.

Menurut Nailul, dengan prediksi inflasi yang akan mencapai 3,5% pada tahun 2025 (tanpa adanya kenaikan tarif PPN), kenaikan UMP sebesar 6,5% hanya akan menghasilkan tambahan pendapatan riil sebesar sekitar 3%.

Sementara itu, bagi kalangan kelas menengah ke bawah yang banyak menghabiskan pengeluaran untuk barang-barang pangan (volatile food), dampak inflasi terhadap daya beli akan lebih terasa, dengan inflasi volatile food diperkirakan bisa mencapai 5%-6%.

Jika tarif PPN nantinya dinaikkan menjadi 12%, inflasi diperkirakan bisa mencapai 4,1%. Ini akan semakin menurunkan daya beli masyarakat, khususnya pekerja yang bergantung pada upah.

"Tanpa adanya kenaikan upah yang signifikan, pekerja bisa terjebak dalam kesulitan finansial, bahkan terpaksa mengurangi tabungan mereka," kata Nailul kepada Kontan.co.id, Minggu (1/12).

Baca Juga: Kenaikan Upah Minimum 6,5%, Industri Kian Tertekan di Tahun Depan

Dia juga menekankan bahwa peningkatan UMP yang lebih tinggi bisa menjadi stimulan bagi konsumsi rumah tangga, yang pada gilirannya dapat menggerakkan roda perekonomian. Tanpa ada dorongan dari sektor konsumsi masyarakat, pemulihan dunia usaha akan terhambat, dan risiko pemutusan hubungan kerja (PHK) akan semakin meningkat.

"Kenaikan UMP yang lebih tinggi, tanpa diimbangi dengan kenaikan PPN, dapat memberikan dorongan yang dibutuhkan oleh konsumsi masyarakat, yang sangat penting untuk pemulihan ekonomi. Dunia bisnis bisa kembali bergeliat jika ada perbaikan daya beli yang signifikan dari rumah tangga," tambah Nailul.

Meskipun pemerintah sudah memutuskan kenaikan UMP sebesar 6,5%, sejumlah kalangan berharap agar keputusan tersebut bisa diikuti dengan kebijakan ekonomi lainnya yang dapat mendukung daya beli masyarakat, serta menciptakan keseimbangan antara kebutuhan buruh dan kondisi perekonomian secara keseluruhan.

"Maka seharusnya memang UMP bisa ditingkatkan lebih tinggi lagi, namun satu sisi tarif PPN tidak meningkat sehingga ada dorongan dari sisi konsumsi masyarakat. Dunia bisnis akan bisa kembali bergeliat secara signifikan dengan dorongan dari sisi konsumsi rumah tangga," pungkasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Bond Voyage Mastering Strategic Management for Business Development

[X]
×