kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45909,31   7,91   0.88%
  • EMAS1.354.000 1,65%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Ekonom sebut konversi mata uang akan pengaruhi demand and supply terhadap dolar AS


Senin, 27 Juli 2020 / 18:14 WIB
Ekonom sebut konversi mata uang akan pengaruhi demand and supply terhadap dolar AS
ILUSTRASI. Rolled Euro banknotes are placed on U.S. Dollar banknotes in this illustration taken May 26, 2020. REUTERS/Dado Ruvic/Illustration


Reporter: Rahma Anjaeni | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID -  JAKARTA. Kementerian Keuangan (Kemenkeu) melakukan konversi pinjaman dengan mata uang asing sebagai salah satu upaya dalam rangka pengelolaan risiko.

Berdasarkan catatan, pada periode bulan September 2019 sampai Maret 2020 pinjaman luar negeri yang sudah dikonversi oleh pemerintah mencapai US$ 3,8 miliar.

Pemerintah mengonversi pinjaman dalam mata uang dolar Amerika Serikat (AS) dan suku bunga mengambang basis London Inter-Bank Offered Rate (LIBOR), menjadi pinjaman dalam bentuk Euro dan Yen dengan suku bunga tetap mendekati 0%.

Baca Juga: Pemerintah telah mengkonversi pinjaman luar negeri sebesar US$ 3,8 miliar

Sejalan dengan hal ini, Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Riza Annisa Pujarama mengatakan, konversi mata uang dari USD ke Euro dan Yen akan memengaruhi permintaan dan penawaran terhadap dolar.

"Jadi nilai tukar akan relatif lebih stabil. Hal yang perlu dicermati adalah proporsi dan selisih nilai tukar, karena supply dan demand mata uang akan memengaruhi volatilitas kurs," uajr Riza kepada Kontan.co.id, Senin (27/7).

Untuk itu, Riza mewaspadai jangan sampai strategi konversi mata uang dalam pinjaman ini malah menjadi bumerang yang bisa merugikan dalam pengembalian pinjaman.

Baca Juga: Kebijakan DMO Sawit perlu pengkajian khusus terutama harga dan kesiapan pelaku usaha

Riza sendiri menilai, upaya pemerintah dalam mengonversi mata uang merupakan salah satu bentuk penyebaran risiko dari volatilitas nilai tukar terhadap dolar. Pasalnya, suku bunga Euro mendekati 0%, maka risiko volatilitas nilai tukar akan menjadi rendah sehingga akan lebih aman dari risiko volatilitas nilai tukar.

Selain Yen dan Euro, mata uang yang secara global cukup kuat adalah poundsterling dengan suku bunga 0,1% per bulan Juni 2020. Dengan kata lain, pemerintah juga berpotensi mengonversi mata uang ke Poundsterling, karena posisinya tidak kalah dengan Yen dan Euro.

Baca Juga: Soal DMO minyak sawit, Mahkota Group minta aspek harga jadi pertimbangan

Secara umum, tujuan utama pemerintah dalam mengonversi mata uang ini adalah mengurangi risiko dari volatilitas nilai tukar rupiah terhadap dolar AS. Jadi, pada saat pengembalian utang, permintaan dolar AS tidak terlalu tinggi, sehingga diharapkan nilai tukar bisa berada pada tingkat yang wajar.

"Jadi intinya ada pada selisih kurs, maka dari itu realisasinya harus cermat baik dalam proporsi maupun selisih," kata Riza.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×