Reporter: Benedicta Prima | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Wakil Presiden Jusuf Kalla meminta Bank Indonesia (BI) menurunkan suku bunga acuan alias BI 7-days Reverse Repo Rate (BI-7DRRR) untuk menarik investasi di sektor manufaktur untuk meningkatkan ekspor.
Pernyataan ini dinilai sebagai bentuk intervensi pemerintah terhadap independensi BI. Hal serupa yang juga pernah dilakukan Trump saat The Fed kembali menaikkan suku bunga. "Pernyataan Jusuf Kalla itu sudah salah secara aturan karena bank sentral independen," jelas Ekonom Universitas Indonesia (UI) Fithra Faisal saat dihubungi Kontan.co.id, Rabu (13/2).
Dengan pernyataan Jusuf Kalla, ekspektasi pasar bisa kacau. Lagi pula, jelas Fithra, penurunan suku bunga tidak berdampak signifikan terhadap pertumbuhan ekspor. Sebab ruang lingkup BI hanya pada menstabilkan nilai tukar. "Bank sentral menaikkan suku bunga untuk mengontrol nilai tukar agar tidak terlalu terapresiasi," jelas Fithra.
Apabila suku bunga BI diturunkan, maka yang terjadi rupiah akan mengalami depresiasi. Hal ini tentunya akan menghambat impor yang sebagian besar impor barang modal untuk kebutuhan industri. Sehingga solusi untuk mendorong ekspor bukan dengan menurunkan tingkat suku bunga acuan bank sentral.
Sebelumnya, dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) bulan Januari 2019 BI menahan suku bunga acuan di level 6%. Setalah selama tahun 2018 BI agresif menaikkan suku bunga sebanyak enam kali.
Gubernur BI Perry Warjiyo menjelaskan keputusan tersebut sejalan dengan upaya pemerintah menekan defisit transaksi berjalan alias Current Account Defisit (CAD) dalam batas yang aman. Juga mempertahankan daya tarik aset keuangan domestik.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News