kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.533.000   0   0,00%
  • USD/IDR 16.180   20,00   0,12%
  • IDX 7.096   112,58   1,61%
  • KOMPAS100 1.062   21,87   2,10%
  • LQ45 836   18,74   2,29%
  • ISSI 214   2,12   1,00%
  • IDX30 427   10,60   2,55%
  • IDXHIDIV20 514   11,54   2,30%
  • IDX80 121   2,56   2,16%
  • IDXV30 125   1,25   1,01%
  • IDXQ30 142   3,33   2,39%

Ekonom: Peningkatan harga minyak dan pelemahan rupiah dongkrak penerimaan negara


Selasa, 01 Januari 2019 / 18:37 WIB
Ekonom: Peningkatan harga minyak dan pelemahan rupiah dongkrak penerimaan negara
ILUSTRASI. ANALISIS - Lana Soelistianingsih


Reporter: Lidya Yuniartha | Editor: Handoyo .

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2018 mencatat kinerja yang baik. Pasalnya, penerimaan negara berhasil mencapai 100% dimana penerimaan perpajakan, bea cukai dan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) tumbuh dengan baik.

Belanja negara terealisasi dengan baik sehingga defisit APBN pun sebesar 1,72% dari PDB atau lebih rendah dari angka UU APBN 2018 yang sebesar 2,19%. Sementara itu, keseimbangan primer pun sebesar Rp 4,1 triliun.

Ekonom Samuel Sekuritas, Lana Soelistianingsih memandang, penerimaan negara yang baik tahun ini bersumber dari PNBP. Ini pun didongkrak oleh harga minyak dan batu bara yang membaik serta pelemahan rupiah.

Apalagi, pemerintah membuat target penerimaan 2018 sesuai dengan asumsi makro yang ditetapkan. Dalam asumsi makro 2018, ditetapkan nilai tukar rupiah sekitar Rp 13.400 per dollar AS dan harga minyak US$ 48 per barel.

"Seiring dengan harga minyak dan batu bara yang membaik, dan pelemahan rupiah, itu mendongkrak penerimaan negara bukan pajak. Tetapi untuk penerimaan pajak, kalau kata Dirjen Pajak sebelumnya masih ada shortfall," tutur Lana kepada Kontan.co.id, Selasa (1/1).

Meski penerimaan negara tahun lalu sudah mencapai target, Lana pun menyebut belum tentu penerimaan negara tahun ini bisa mencapai target. Menurutnya, capaian target tersebut sangat tergantung antara asumsi makro 2019 dengan realisasi nantinya.

"Kalau asumsi rupiah misalnya Rp 15.000 kemudian melemah, lalu minyak mentah diasumsikan US$ 70 per barel, nanti masih bisa di bawah. Semua tergantung asumsi. Jadi sustainabilitynya tidak bisa dikontrol. Apalagi, yang menentukan harga minyak bukan kita," tutur Lana.



TERBARU
Kontan Academy
HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective Bedah Tuntas SP2DK dan Pemeriksaan Pajak (Bedah Kasus, Solusi dan Diskusi)

[X]
×