Reporter: Bidara Pink | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Ekonom Bank BNI menilai bahwa Bank Indonesia (BI) masih perlu menahan relaksasi moneter. Oleh karena itu, BI diimbau untuk kembali mempertahankan BI 7-Day Reberse Repo Rate (BI7DRRR) di level 5%.
Menurut Kepala Ekonom BNI Ryan Kiryanto, kebijakan ini dilandasi dengan pertimbangan Bank Sentral Amerika Serikat (AS) The Fed yang tidak lagi menurunkan suku bunga acuannya (FFR) hingga akhir tahun 2019, bahkan hingga akhir tahun 2020.
Baca Juga: BI catat rata-rata bunga deposito naik 15 bps
"Serta harus mempertimbangkan kecenderungan bank sentral negara lain untuk menahan suku bunga acuan jelang akhir tahun," tambah Ryan pada Rabu (18/12).
Selain itu, ini juga menimbang dengan kondisi domestik tentang ekspektasi inflasi yang masih terkendali di jangkar BI, yaitu 3,5% plus minus 1%. Ryan pun melihat realisasi inflasi hingga akhir tahun ini masih akan terkendali dan relatif rendah yaitu di posisi 3,2%.
Ryan juga memandang bahwa relaksasi yang dilakukan oleh BI rupanya sudah disambut baik dengan perbankan yang mulai menurunkan suku bunga perbankannya hingga 50 basis poin (bps) mengikuti arah suku bunga acuan BI yang sudah turun sebanyak 100 bps hingga Oktober tahun ini.
Baca Juga: Perry Warjiyo: Investor global very picky karena dollar yang kuat
"Ditambah lagi dengan posisi cadangan devisa (cadev) yang masih cukup terkendali dan berada di posisi US$ 126,7 miliar," kata Ryan.
Tidak hanya menahan suku bunga acuan, Ryan juga melihat BI juga sebaiknya menahan deposit facility dan lending facility di level saat ini, serta tidak mengubah posisi kebijakan makroprudensial seperti loan to value (LTV) untuk kredit pemilikan rumah (KPR) dan kredit kendaraan bermotor (KKB) yang efektif per 2 Desember 2019.
Meski tidak melakukan perubahan pada akhir tahun, Ryan memandang bauran kebijakan yang dilakukan BI telah cukup untuk memberikan stimulus bagi pelaku usaha untuk meningkatkan fasilitas kredit.
Baca Juga: Ekonom memprediksi BI akan tahan suku bunga pada level 5% di akhir 2019
Hal ini juga memberi ruang bagi perbankan untuk meningkatkan ekspansi kreditnya seiring dengan melonggarnya likuiditas bank karean ada relaksasi giro wajib minimum (GWM) dan percepatan belanja barang dan modal oleh pemerintah di kuartal IV tahun ini.
Untu ke depannya, Ryan yakin langkah ini bisa untuk memaksimalkan kerja BI untuk menjaga kestabilan nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing, terutama dolar AS. Apalagi saat ini kondisi ketegangan global mulai mereda, sehingga nanti pengaruhnya membuat ekonomi Indonesia akan lebih kondusif di tahun 2020.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News