Reporter: Nurtiandriyani Simamora | Editor: Anna Suci Perwitasari
KONTAN.CO.ID–JAKARTA. Kepala Ekonom Bank Central Asia (BCA) David Sumual menilai, peningkatan uang beredar dalam arti luas (M2) pada Juni 2025 yang tumbuh 6,5% secara tahunan (year on year/YoY) dinilai belum mencerminkan pulihnya aktivitas ekonomi, namun dipicu oleh pelonggaran likuiditas
Bank Indonesia (BI) mencatat, M2 pada Juni 2025 tumbuh 6,5% secara tahunan (yoy) menjadi Rp 9.597,7 triliun, lebih tinggi dibanding pertumbuhan Mei 2025 yang sebesar 4,9% yoy.
Menurut David, pertumbuhan pelonggaran likuiditas ini dipengaruhi oleh dua faktor utama, yakni penurunan jumlah SRBI (Surat Berharga Bank Indonesia) yang beredar dan akselerasi belanja pemerintah.
"Peningkatan pertumbuhan uang beredar sebagian dipicu oleh menurunnya jumlah SRBI (Sekuritas Rupiah Bank Indonesia) beredar, dengan net issuance pada Juni 2025 mencapai negatif sebesar Rp 84,45 triliun," ungkap David kepada Kontan, Selasa (22/7)
Baca Juga: Tumbuh 6,5%, Uang Beredar Pada Juni 2025 Capai Rp 9.597,7 Triliun
David melanjutkan, katalis lainnya dari pertumbuhan ini adalah postur fiskal pemerintah. Belanja pemerintah akselerasi di Juni, mencapai Rp 390,8 triliun, yang mencerminkan normalisasi dari awal tahun yang lebih kecil karena efisiensi anggaran
Kondisi tersebut menurut David meningkatkan likuiditas domestik secara signifikan. Namun, David menekankan bahwa pelonggaran likuiditas ini belum diikuti oleh pemulihan di sektor riil. Hal ini tercermin dari PMI Manufaktur Indonesia yang masih berada di zona kontraksi, yakni 46,9 pada Juni.
“Pertumbuhan uang beredar sejauh ini lebih menggambarkan longgarnya likuiditas, bukan peningkatan aktivitas ekonomi,” ungkap David.
David memproyeksikan bahwa pertumbuhan uang beredar (M2) ke depan akan sangat dipengaruhi pada tiga hal, yakni belanja pemerintah, neraca perdagangan, dan pertumbuhan kredit. Ia melihat realisasi belanja pemerintah untuk semester II cukup kuat, namun terdapat risiko perlambatan dari sisi ekspor dan kredit.
“Surplus dagang Indonesia berisiko melemah dari penurunan harga komoditas. Sementara itu, pemangkasan BI-rate masih membutuhkan waktu transmisi ke sektor riil,” jelasnya.
Dengan mempertimbangkan berbagai faktor tersebut, David memperkirakan pertumbuhan M2 hingga akhir 2025 akan berada di kisaran 6%–8% yoy.
Baca Juga: Uang Beredar di Bulan Mei 2025 Melambat, Tanda Aktivitas Ekonomi Menurun
Sebelumnya, Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI, Ramdan Denny Prakoso mengatakan, pertumbuhan M2 didorong oleh kenaikan uang beredar sempit (M1) yang tumbuh 8,0% yoy dan uang kuasi yang naik 4,7% yoy.
"Komponen M1 pada Juni mencapai Rp 5.409,1 triliun atau 56,4% dari total M2, tumbuh 8% yoy. Kenaikan ini utamanya disebabkan oleh pertumbuhan giro rupiah dan tabungan rupiah yang bisa ditarik sewaktu-waktu," jelas Denny dalam keterangannya, Selasa (22/7).
Pertumbuhan M2 juga dipengaruhi oleh penyaluran kredit, yang tumbuh 7,6% yoy, serta aktiva luar negeri bersih yang naik 3,9% yoy. Sementara itu, tagihan bersih kepada pemerintah pusat masih terkontraksi 8,2% yoy.
Selanjutnya: IHSG Ditutup Melemah Usai Melaju Hampir 2 Pekan, Begini Proyeksinya Rabu (23/7)
Menarik Dibaca: Dukung UMKM Naik Kelas, Pegadaian Perkuat Ekosistem Usaha Lewat Gaderian
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News