Reporter: Maizal Walfajri | Editor: Sanny Cicilia
JAKARTA. Presiden Joko Widodo hari ini Jumat (14/8) menyampaikan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) tahun 2016 di hadapan MPR/DPR.
Doddy Arifianto, Ekonom Lembaga Penjamin Simpanan menilai, asumsi makro yang disampaikan Presiden Jokowi realistis. Menurutnya, asumsi tersebut lebih kuat dan memiliki nilai tahan yang baik terhadap gejolak ekonomi makro.
Dalam draf bujet 2016, Indonesia membidik pertumbuhan ekonomi 5,5%; inflasi 4,7%; nilai tukar rupiah Rp 13.400 per dollar AS; bunga surat perbendaharaan negara (SPN) 3 bulan sebesar 5,5%.
Pendapatan negara ditargetkan Rp 1.848,1 triliun, di mana penerimaan perpajakannya mencapai Rp 1.565,8 triliun dan belanja negara Rp 2.121,3 triliun.
"Dengan skema Bahan Bakar Minyak yang telah berubah, ini realistrik. Jika kita bicara risiko fiskal, ini masuk bisa dikelola (managable)," kata Doddy pada KONTAN hari ini.
Tapi dia menyayangkan kebijakan pemerintah yang masih berfokus menjaga stabilitas ekonomi. "Peran pemerintah yang kita butuhkan adalah menompang perekonomian," kata Doddy.
Doddy menganalisis, dua tahun terakhir ini, peran pemerintah dalam kontribusi pertumbuhan ekonomi hanya 0,3 %. Sedangkan capaian pertumbuhana ekonomi hanya 5%. "Ini kecil sekali, tidak sampai 10%. Kebijakan selama ini masih konservatif," tambahnya.
Kebijakan yang konservatif ini menurut Doddy tidaklah buruk karena Indonesia masih membutuhkan pembiayaan dari luar akibat prediksi defisit neraca berjalan. "Arus dari luar harus tetap dijaga dan dapat dicapai dengan kebijakan makroekonomi yang konservatif," ungkap Doddy.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News