Reporter: Siti Masitoh | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Ekonomi Indonesia hanya mampu tumbuh 4,87% year on year (yoy) pada kuartal I 2025. Pertumbuhan ekonomi ini melambat bila dibandingkan kuartal IV 2025 yang mencapai 5,02% yoy, dan melambat dari kuartal I 2025 sebesar 5,11% yoy.
Direktur Pengembangan Big Data Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Eko Listiyanto menyampaikan, efisiensi anggaran berlebihan yang dilakukan pemerintah tidak menjadi solusi yang bisa mendorong pertumbuhan ekonomi. Padahal pemerintahan Prabowo Subianto menargetkan pertumbuhan yang cukup ambisius sebesar 8% pada 2025.
Sebagai informasi, pemerintah melakukan efisiensi anggaran yang berasal dari anggaran Kementerian/Lembaga (K/L) dan transfer ke daerah (TKD) senilai Rp 308 triliun.
Eko juga turut menyoroti rencana pemerintah yang akan melanjutkan efisiensi anggaran pada periode selanjutnya yakni di 2026.
“Hal yang menjadi titik evaluatif dalam KEM PPKF (Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal) adalah efisiensi yang berlebihan yang dilakukan sejak awal tahun. Efisiensi bukannya meningkatkan produktivitas baik di birokrasi dan perekonomian, dan justru mendilusi dari potensial growth itu sendiri,” tutur Eko dalam diskusi bersama Indef, Rabu (28/5).
Baca Juga: Sri Mulyani Pastikan Efisiensi Anggaran Berlanjut di APBN 2026
Eko membeberkan, dengan adanya efisiensi anggaran yang berlebihan ini, banyak sektor-sektor yang akhirnya ‘kolaps’, dan akhirnya terbawa melakukan belanja hemat ala pemerintah, dengan tidak melakukan rapat di hotel, melakukan kegiatan di daerah dan ke luar negeri, yang mungkin pada aspek lain memang harus dilakukan evaluasi, namun terlihat berlebihan.
“Ini berlebihan karena keterbatasan anggaran ini diikuti pihak swasta, dan akhirnya tidak ada kegiatan yang bisa menstimulus perekonomian,” jelasnya.
Dengan adanya efisiensi dari pemerintah dan swasta tersebut, imbasnya pada pertumbuhan ekonomi nasional pada kuartal I 2025 yang hanya tumbuh 4,87%. Padahal pada periode tersebut ada momentum Ramadan dan Lebaran yang biasanya mendorong pertumbuhan ekonomi dari laju konsumsi rumah tangga.
Kondisi tersebut juga diperkuat dari ramalan beberapa Lembaga internasional seperti Bank Dunia, Dana Moneter Internasional (International Monetary Fund/IMF) dan Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) yang kompak memproyeksikan pertumbuhan ekonomi 2025-2026 relatif rendah kisaran 4,7%-5,1%. Lebih rendah dari target tahun ini dalam APBN 2025 sebesar 5,2%.
Lebih lanjut, Eko membeberkan, diperlukan upaya ekstra untuk mengakselerasi perekonomian di 2026, sejalan dengan pertumbuhan ekonomi saat ini yang mengalami tren penurunan dan menjauh dari target 5%.
“Kita perlu pertumbuhan ekonomi di atas 5% untuk menyelesaikan persoalan kesejahteraan, seperti kemiskinan, ketimpangan dan pengangguran. Diharapkan pemerintah mampu memasang target pertumbuhan ekonomi,” imbuhnya.
Baca Juga: Sri Mulyani: Efisiensi Masih Jadi Pertimbangan Penyusunan Anggaran Belanja pada 2026
Selanjutnya: Penjualan Lahan Industri Jadi Penopang Kinerja Intiland Development pada Awal 2025
Menarik Dibaca: Dorong Ekspor, Bank Mandiri Kerjasama Dengan LPEI
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News