Reporter: Vendi Yhulia Susanto | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sekretaris Jenderal Konfederasi Serikat Buruh Internasional - Asia Pasifik (ITUC-AP) Shoya Yoshida, menyatakan dukungan penuh kepada kaum pekerja di Indonesia, khususnya kepada afiliasi ITUC-AP di Indonesia yakni Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) dan Konfederasi Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (KSBSI) dalam menolak usulan RUU Omnibus Law Cipta Kerja.
"Kami mengetahui bahwa usulan RUU Omnibus Law tentang Cipta Kerja yang diajukan oleh Pemerintah kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) pada 12 Februari 2020 ditentang secara luas oleh kaum Pekerja/Buruh di Indonesia dan mendapatkan kecaman keras karena dilakukan tanpa konsultasi yang memadai dengan serikat buruh/ serikat pekerja," kata Shoya, Rabu (11/3).
Baca Juga: Masih masa reses, omnibus law belum dibahas di DPR
Sesuai RUU yang ada saat ini, Shoya menyoroti RUU Omnibus Cipta Kerja yang dinilai akan mengarah pada fleksibilitas yang lebih besar dan mengurangi kesejahteraan buruh/pekerja secara signifikan. Hal itu karena beberapa hal antara lain:
Pertama, usulan RUU Omnibus Law ini berisiko melemahkan upah minimum. Hal ini karena RUU cipta kerja dinilai akan menghilangkan acuan upah minimum di tingkat kota / kabupaten dan sektoral, dan hanya mengacu pada upah minimum provinsi.
Tingkat upah minimum akan didasarkan pada pertumbuhan ekonomi di tingkat provinsi, bukan berdasarkan dari biaya hidup sebenarnya.
Kedua, ketentuan penting terkait pembayaran pesangon akan dihapus. Hal ini dinilai akan mempermudah perekrutan dan pemecatan buruh/pekerja bagi pengusaha, dan pada saat yang sama merampas kesejahteraan yang signifikan dari buruh/pekerja.
Misalnya, buruh/pekerja dengan perjanjian kerja waktu tertentu tidak akan lagi mendapatkan manfaat dari uang pesangon.
Ketiga, RUU omnibus law cipta kerja juga dinilai akan menghapus batasan terhadap penggunaan berlebihan perjanjian kerja waktu tertentu untuk pekerjaan yang bersifat permanen.
Pasalnya, saat ini, undang-undang tidak mengizinkan pengusaha untuk mempekerjakan buruh/pekerja dengan perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT) selama lebih dari dua tahun untuk pekerjaan yang sifatnya permanen.
"Namun, ketentuan tersebut akan dihapuskan jika RUU Omnibus ini disahkan. Ini akan mendorong pengusaha untuk terus-menerus mempertahankan pekerja dengan kontrak yang tidak menjamin keamanan kerja," terang dia.