kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.707.000   -1.000   -0,06%
  • USD/IDR 16.310   25,00   0,15%
  • IDX 6.803   14,96   0,22%
  • KOMPAS100 1.005   -3,16   -0,31%
  • LQ45 777   -4,08   -0,52%
  • ISSI 212   1,22   0,58%
  • IDX30 402   -2,62   -0,65%
  • IDXHIDIV20 484   -3,58   -0,73%
  • IDX80 114   -0,52   -0,46%
  • IDXV30 119   -0,94   -0,79%
  • IDXQ30 132   -0,40   -0,30%

Driver Ojol Demo Minta THR, CELIOS Beberkan Akar Masalahnya


Senin, 17 Februari 2025 / 15:16 WIB
Driver Ojol Demo Minta THR, CELIOS Beberkan Akar Masalahnya
ILUSTRASI. ANTARA FOTO/Fauzan/YU. Pengemudi transportasi online kembali menggelar aksi demonstrasi untuk menuntut adanya Tunjangan Hari Raya (THR).


Reporter: Arif Ferdianto | Editor: Tri Sulistiowati

KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Pengemudi (driver) transportasi berbasis online yang terdiri dari ojek online (ojol), taksi online dan kurir kembali menggelar aksi demonstrasi untuk menuntut adanya Tunjangan Hari Raya (THR).

Pengamat sekaligus Direktur Ekonomi Digital Center of Economic and Law Studies (Celios), Nailul Huda menyampaikan beberapa poin yang menjadi akar masalah dari tuntutan driver ojol, di mana hari ini menggelar unjuk rasa di depan Kementerin Ketenagakerjaan (Kemnaker), Jakarta, Senin (17/2).

Nailul menyebutkan, permasalahan transportasi online ini adalah tidak adanya regulasi yang menaungi driver. Menurutnya, regulasi saat ini terpencar ke beberapa kementerian, contohnya regulasi tentang tarif di Kementerian Perhubungan, regulasi tentang bentuk kemitraan ada di Kementerian UMKM.

“Sedangkan regulasi hubungan antara platform dengan driver masuk ke kemitraan. Tidak ada regulasi yang diatur oleh Kemenaker karena sifatnya yang berbentuk kemitraan,” ujarnya kepada KONTAN, Senin (17/2).

Baca Juga: Ekspor Batubara, Besi dan Baja, Serta CPO Turun pada Januari 2025

Nailul mengungkapkan, THR untuk driver ojol dinilai tidak ada dasar hukum yang jelas, pasalnya pengemudi hanya diatur lewat sistem kemitraan dengan pemilik platform.

Menurutnya, sistem kemitraan tidak mengenal THR karena pengemudi berusaha sendiri untuk mendapatkan uang. Ketika dipaksakan, kata dia, maka harus ada rumusan tersendiri mengenai penghitungan besaran THR.

“Apakah dari total pendapatan rata-rata? Atau bulan terakhir? Keraguan ini berdasarkan tidak adanya kejelasan mengenai regulasi. Ketika dikabulkan, maka beban perusahaan akan semakin berat dan kemitraan lainnya akan menuntut hal serupa, termasuk ibu rumah tangga yang berjualan di platform daring,” ungkapnya.

Tentunya, lanjut Nailul, beban perusahaan akan berat sebab harus menyediakan THR untuk jutaan mitra alias driver ojol. Untuk itu, selama tidak adanya aturan yang jelas terkait kemitraan ini, dinilai bakal sulit mewujudkan THR tersebut.

Dia bilang, yang paling penting ketimbang THR yakni adanya perlindungan sosial bagi mitra, seperti perlindungan kesehatan, keselamatan kerja dan sebagainya.

Untuk itu, lanjut Nailul, setidaknya pemerintah dan platform mampu memasukan beberapa inisiatif pertama menyediakan skema khusus pembayaran perlindungan bagi driver, dan ada pembagian beban ke platform, konsumen, dan driver.

Kedua, mendorong adanya peraturan yang kuat guna mengatur ekonomi digital, termasuk hubungan kemitraan antar pelaku yang lebih setara.

“Bagaimanapun juga kemitraan ini memerlukan hubungan yang setara dan dikembalikan ke bentuk awal industri Gig Economy. Masih ada fleksibilitas baik dari sisi waktu bekerja, yang pasti ada konsekuensi ke pendapatan. Kita dorong adanya UU Ekonomi Digital,” pungkasnya.

Baca Juga: Driver Ojol Kembali Lakukan Demonstrasi, Tuntut THR Dibayar H-30 Idul Fitri

Selanjutnya: Lelang Frekuensi 1,4 Ghz Harus Bisa Bangun Infrastruktur Internet Sampai Pelosok

Menarik Dibaca: Cara Cek Penyalahgunaan NIK KTP untuk Pinjol Lewat HP! Jangan Sampai Jadi Korban

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Mastering Finance for Non Finance Entering the Realm of Private Equity

[X]
×