kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.965.000   0   0,00%
  • USD/IDR 16.830   0,00   0,00%
  • IDX 6.438   38,22   0,60%
  • KOMPAS100 926   8,20   0,89%
  • LQ45 723   5,45   0,76%
  • ISSI 205   2,17   1,07%
  • IDX30 376   1,61   0,43%
  • IDXHIDIV20 454   0,42   0,09%
  • IDX80 105   1,01   0,98%
  • IDXV30 111   0,45   0,40%
  • IDXQ30 123   0,28   0,22%

Driver Ojol Kembali Lakukan Demonstrasi, Tuntut THR Dibayar H-30 Idul Fitri


Senin, 17 Februari 2025 / 12:42 WIB
Driver Ojol Kembali Lakukan Demonstrasi, Tuntut THR Dibayar H-30 Idul Fitri
ILUSTRASI. KONTAN/Cheppy A. Muchlis/19/03/2024. Pengemudi transportasi online kembali menggelar aksi demontrasi untuk menuntut adanya Tunjangan Hari Raya (THR).


Reporter: Arif Ferdianto | Editor: Tri Sulistiowati

KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Pengemudi (driver) transportasi berbasis online yang terdiri dari ojek online (ojol), taksi online dan kurir kembali menggelar aksi demontrasi untuk menuntut adanya Tunjangan Hari Raya (THR).

Adapun aksi demonstrasi tersebut digelar di depan Gedung Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker), Jakarta, Senin (17/2).

Ketua Serikat Pekerja Angkutan Indonesia (SPAI), Lily Pujiati menjelaskan, tuntutan THR ini berdasarkan Undang-Undang Ketenagakerjaan yang mengatur driver online sebagai pekerja tetap karena telah memenuhi unsur pekerjaan, upah dan perintah dalam hubungan kerja.

Selain itu, Lily mengatakan, Kemenaker tengah membuat peraturan THR ojol ini yang disinyalir bakal keluar dalam waktu dekat.

Baca Juga: Ojol Minta Pemberian THR, Ini Respon Menteri Ketenagakerjaan

“Kami menuntut THR diberikan sebesar satu bulan upah minimum provinsi (UMP) dan diberikan H-30 sebelum Hari Raya,” ujarnya dalam keterangan resmi yang diterima KONTAN, Senin (17/2).

Selain itu, Lily mengungkapkan, pihaknya juga menolak adanya hubungan kemitraan yang menjanjikan fleksibilitas. Menuturnya, itu hanya dalih dari platform untuk menghindari kewajiban membayar THR dan hak-hak pekerja.

“Bisnis platform sangat diuntungkan dengan super profit yang tinggi dengan mengorbankan kesejahteraan pengemudi ojol. Keuntungan platform diperoleh dengan cara tidak membayar upah minimum dan hak pekerja lainnya seperti upah lembur, cuti haid dan melahirkan, jam kerja 8 jam,” ungkapnya.

Lily menegaskan, Kemnaker harus mengeluarkan kebijakan populis yang jelas berpihak pada pengemudi ojol dan pekerja platform lainnya. Sebab, fleksibilitas hubungan kemitraan menciptakan persaingan usaha yang tidak sehat karena setiap platform berlomba untuk menerapkan upah atau tarif murah.

Sementara itu, lanjut dia, insentif dari perusahaan platform selama ini tidak mensejahterakan pekerja, sebab dinilai memaksa pengemudi untuk terus-menerus bekerja tanpa istirahat melebihi ketetapan 8 jam kerja.

“Pengemudi ojol terpaksa bekerja 17 jam bahkan lebih diakibatkan karena upah (pendapatan) per orderan yang tidak pasti dari hasil perhitungan algoritma platform yang sepihak menguntungkan platform,” pungkasnya.

Baca Juga: Kaji THR untuk Ojek Online, Pemerintah Disarankan Bangun Dialog

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU

[X]
×