Reporter: Dendi Siswanto | Editor: Noverius Laoli
"Ini yang harus dilakukan pembenahan oleh pemerintah," katanya.
Terkait tarif pajak, Ariawan bilang, upaya mewujudkan pemungutan yang berkeadilan masih harus ditingkatkan. Dalam hal ini, orang yang memiliki penghasilan lebih tinggi harus membayar pajak lebih banyak.
"Sementara orang miskin atau yang memiliki pendapatan rendah mendapatkan manfaat dari pembayaran pajak-pajak orang kaya," terang Ariawan.
Sementara itu, Pengamat Pajak Center for Indonesia Tax Analysis (CITA) Fajry Akbar menilai, apabila pemerintah berhasil meningkatkan tax ratio sebesar 1% terhadap PDB, maka ada tambahan penerimaan sekitar Rp 200 triliun ke kantong negara.
Baca Juga: Soal Program Susu Gratis, Peternak Sapi Rakyat Bilang Begini
Namun, ia melihatnya angka tersebut akan sulit tercapai dalam jangka pendek. Apalagi berkaca pada program tax amnesty 2016 yang hanya menambah penerimaan sekitar Rp 160 triliun saja.
"Hampir tidak ada opsi kebijakan yang bisa diambil untuk meningkatkan penerimaan dalam jangka pendek seperti amnesty pajak atau program pengungkapan sukarela (PPS)," kata Fajry.
Menurutnya, salah satu opsi yang dapat membantu meningkatkan penerimaan adalah kenaikan tarif pajak pertambahan nilai (PPN). Namun, berkaca dari tahun 2022, kenaikan penerimaan PPN hanya akan mendorong penerimaan sebesar Rp 60 triliun saja.
"Jadi peningkatan tax ratio 1% dalam setahun bukanlah hal yang mudah. Perlu hati-hati terlebih jika konsekuensinya malah menyebabkan wajib pajak yang dipatuh semakin sering kena periksa," katanya.
Baca Juga: TKN Bantah Kabar Pemangkasan Subsidi BBM Untuk Program Makan Siang
Andai kata pemerintah bisa meningkatkan tax ratio 1% PDB dalam satu tahun, anggaran kebutuhan program makan siang juga masih belum mencukupi.
Apalagi, bila pemerintah ingin mengurangi subsidi dan kompensasi BBM, maka pemerintah juga perlu meningkatkan anggaran bansos untuk pencegahan dampak dari kenaikan harga BBM.
"Dengan memasukkan angka kenaikan anggaran bansos, kenaikan tax ratio 1% dan pengurangan subsidi dan kompensasi BBM, saya kira tak mencukupi," terang Fajry.
Oleh karena itu, dirinya menyarankan kebijakan makan siang gratis tersebut harus diberikan secara bertahap dan targeted untuk wilayah tertentu yang paling membutuhkan dan secara akomodasi memungkinkan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News