kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.508.000   10.000   0,67%
  • USD/IDR 15.930   -61,00   -0,38%
  • IDX 7.141   -39,42   -0,55%
  • KOMPAS100 1.095   -7,91   -0,72%
  • LQ45 866   -8,90   -1,02%
  • ISSI 220   0,44   0,20%
  • IDX30 443   -4,74   -1,06%
  • IDXHIDIV20 534   -3,94   -0,73%
  • IDX80 126   -0,93   -0,74%
  • IDXV30 134   -0,98   -0,72%
  • IDXQ30 148   -1,09   -0,73%

Dongkrak Rasio Pajak Demi Penuhi Program Makan Siang Gratis, Mungkinkah?


Minggu, 18 Februari 2024 / 17:16 WIB
Dongkrak Rasio Pajak Demi Penuhi Program Makan Siang Gratis, Mungkinkah?
ILUSTRASI. Peraturan Pajak: Suasana pelayanan di Kantor Pajak Jakarta Pesanggrahan, Jumat (29/12/2023). Dongkrak Rasio Pajak Untuk Penuhi Program Makan Siang Gratis.


Reporter: Dendi Siswanto | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID-JAKARTA. Program makan siang gratis yang diusung oleh calon presiden dan calon wakil presiden (capres-cawapres) Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka menjadi perhatian oleh berbagai kalangan.

Pasalnya, program makan siang gratis tersebut digadang-gadang menelan biaya hingga Rp 400 triliun. Oleh karena itu, kebutuhan anggaran yang besar tersebut salah satunya akan dilakukan melalui peningkatan rasio pajak alias tax ratio.

Direktur Eksekutif Indonesia Economic Fiscal (IEF) Research Institute Ariawan Rahmat mengatakan bahwa peningkatan tax ratio memang dibutuhkan untuk mempertebal kantong negara.

Baca Juga: Prabowo-Gibran Bakal Revisi Payung Hukum Agar Subsidi Energi Tepat Sasaran

Pasalnya, saat ini tax ratio Indonesia dalam arti sempit baru mencapai sebesar 10,1% dari Produk Domestik Bruto Bruto (PDB). Angka tax ratio pada kisaran 10% ini belum ideal untuk menjamin tersedianya dana pembangunan yang berkelanjutan.

Bahkan, lembaga internasional seperti International Monetary Fund (IMF) menyebut bahwa angka minimal tax ratio seharusnya sebesar 15% PDB untuk menjamin kesinambungan pembangunan suatu negara.

Oleh karena itu, apabila pemerintah ingin menaikkan tax ratio sekitar 1% PDB, maka hal tersebut belum cukup untuk menjamin program-program yang sudah ada, terlebih lagi ditambah dengan program makan siang gratis yang menelan biaya besar.

Baca Juga: Prabowo Unggul Real Count Sementara, Ini Saham yang Kena Sentimen Positif

"Maka pemerintah setidaknya harus berupaya mengejar kenaikan tax ratio sebesar 5% agar program-program yang mereka buat bisa berjalan," ujar Ariawan kepada Kontan.co.id, Minggu (18/2).

Menurutnya, ada dua faktor yang memengaruhi tingkat tax ratio Indonesia, yaitu faktor makro dan faktor mikro. Faktor makro, misalnya tarif pajak, tingkat pendapatan per kapita, dan tingkat optimalisasi pelaksanaan pemerintahan.

Sedangkan faktor mikro antara lain adalah tingkat kepatuhan Wajib Pajak, komitmen dan koordinasi antar lembaga negara, serta kesamaan persepsi antara Wajib Pajak dan petugas pajak.

"Ini yang harus dilakukan pembenahan oleh pemerintah," katanya.

Terkait tarif pajak, Ariawan bilang, upaya mewujudkan pemungutan yang berkeadilan masih harus ditingkatkan. Dalam hal ini, orang yang memiliki penghasilan lebih tinggi harus membayar pajak lebih banyak.

"Sementara orang miskin atau yang memiliki pendapatan rendah mendapatkan manfaat dari pembayaran pajak-pajak orang kaya," terang Ariawan.

Sementara itu, Pengamat Pajak Center for Indonesia Tax Analysis (CITA) Fajry Akbar menilai, apabila pemerintah berhasil meningkatkan tax ratio sebesar 1% terhadap PDB, maka ada tambahan penerimaan sekitar Rp 200 triliun ke kantong negara.

Baca Juga: Soal Program Susu Gratis, Peternak Sapi Rakyat Bilang Begini

Namun, ia melihatnya angka tersebut akan sulit tercapai dalam jangka pendek. Apalagi berkaca pada program tax amnesty 2016 yang hanya menambah penerimaan sekitar Rp 160 triliun saja. 

"Hampir tidak ada opsi kebijakan yang bisa diambil untuk meningkatkan penerimaan dalam jangka pendek seperti amnesty pajak atau program pengungkapan sukarela (PPS)," kata Fajry.

Menurutnya, salah satu opsi yang dapat membantu meningkatkan penerimaan adalah kenaikan tarif pajak pertambahan nilai (PPN). Namun, berkaca dari tahun 2022, kenaikan penerimaan PPN hanya akan mendorong penerimaan sebesar Rp 60 triliun saja.

"Jadi peningkatan tax ratio 1% dalam setahun bukanlah hal yang mudah. Perlu hati-hati terlebih jika konsekuensinya malah menyebabkan wajib pajak yang dipatuh semakin sering kena periksa," katanya.

Baca Juga: TKN Bantah Kabar Pemangkasan Subsidi BBM Untuk Program Makan Siang

Andai kata pemerintah bisa meningkatkan tax ratio 1% PDB dalam satu tahun, anggaran kebutuhan program makan siang juga masih belum mencukupi.

Apalagi, bila pemerintah ingin mengurangi subsidi dan kompensasi BBM, maka pemerintah juga perlu meningkatkan anggaran bansos untuk pencegahan dampak dari kenaikan harga BBM.

"Dengan memasukkan angka kenaikan anggaran bansos, kenaikan tax ratio 1% dan pengurangan subsidi dan kompensasi BBM, saya kira tak mencukupi," terang Fajry.

Oleh karena itu, dirinya menyarankan kebijakan makan siang gratis tersebut harus diberikan secara bertahap dan targeted untuk wilayah tertentu yang paling membutuhkan dan secara akomodasi memungkinkan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×