kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.915.000   44.000   2,35%
  • USD/IDR 16.400   -20,00   -0,12%
  • IDX 7.142   47,86   0,67%
  • KOMPAS100 1.041   10,44   1,01%
  • LQ45 812   9,62   1,20%
  • ISSI 224   0,88   0,39%
  • IDX30 424   4,46   1,06%
  • IDXHIDIV20 504   1,88   0,37%
  • IDX80 117   1,34   1,15%
  • IDXV30 119   0,16   0,14%
  • IDXQ30 139   1,43   1,04%

Dominasi Belanja Sosial dan Keamanan di 2026 Dinilai Tak Dorong Ekonomi


Rabu, 21 Mei 2025 / 18:27 WIB
Dominasi Belanja Sosial dan Keamanan di 2026 Dinilai Tak Dorong Ekonomi
ILUSTRASI. Komposisi anggaran belanja kementerian dan lembaga (K/L) dalam Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM-PPKF) 2026 dinilai belum mendukung upaya percepatan pertumbuhan ekonomi nasional.


Reporter: Siti Masitoh | Editor: Khomarul Hidayat

KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Komposisi anggaran belanja kementerian dan lembaga (K/L) dalam Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM-PPKF) 2026 dinilai belum mendukung upaya percepatan pertumbuhan ekonomi nasional.

Peneliti dari Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) Badiul Hadi menyoroti dominasi alokasi anggaran pada sektor sosial dan keamanan yang jauh lebih besar dibanding sektor-sektor pengungkit ekonomi.

“Porsi belanja kementerian/lembaga (K/L) seharusnya diarahkan pada pencapaian prioritas nasional dan pertumbuhan ekonomi berkelanjutan. Tetapi sektor-sektor penopang langsung perekonomian justru tidak masuk 10 besar," kata Badiul kepada Kontan, Rabu (21/5).

Dalam dokumen KEM-PPKF 2026, pemerintah menetapkan pagu indikatif belanja K/L sebesar Rp 1.157,77 triliun. Namun, lebih dari 40% dari total anggaran tersebut terkonsentrasi pada tiga lembaga.

Diantaranya dengan porsi paling besar adalah anggaran untuk Badan Gizi Nasional (BGN) sebesar Rp 217,86 triliun, Kementerian Pertahanan sebesar Rp 167,4 triliun, dan Kepolisian Republik Indonesia sebesar Rp 109,67 triliun.

Baca Juga: Ini 10 Instansi dengan Pagu Anggaran Terbesar di 2026, Badan Gizi Nasional Teratas

Badiul mempertanyakan mengapa BGN yang merupakan lembaga baru, justru menjadi penerima anggaran terbesar di tahun 2026. Karena itu, perlu ada penjelasan komprehensif mengenai peran dan mekanisme kerja lembaga ini.

Terutama mengingat lonjakan anggaran yang signifikan dan potensi tumpang tindih kewenangan dengan Kementerian Kesehatan dan Kementerian Sosial.

Di sisi lain, Badiul juga menyoroti bahwa sejumlah sektor strategis seperti pertanian, industri, UMKM, dan perdagangan justru tidak termasuk dalam daftar 10 kementerian dengan anggaran terbesar. Padahal sektor-sektor ini memiliki peran sentral dalam mendorong produktivitas, konsumsi domestik, serta penciptaan lapangan kerja.

“Minimnya alokasi anggaran sektor pengungkit langsung, seperti Kementerian Pertanian, Kementerian Perindustrian, Kementerian Koperasi dan UKM, Kementerian Desa, dan Kementerian Perdagangan menunjukkan bahwa pemerintah memang tidak sedang fokus pada pertumbuhan ekonomi," ujarnya.

Meski begitu, Badiul menyebut, masih ada harapan dari kementerian-kementerian yang secara tidak langsung dapat berkontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi.

Misal, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat dengan pagu anggaran sebesar Rp 70,86 triliun, Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi Rp 55,45 triliun, serta Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah Rp 33,65 triliun.

“Infrastruktur tetap penting untuk mendorong konektivitas dan distribusi logistik, khususnya di luar Jawa. Sementara itu, riset, inovasi, dan peningkatan kualitas SDM juga menjadi pendorong pertumbuhan jangka panjang," kata Badiul.

Selain itu, ia juga menilai perlu dilakukan pengkajian ulang terhadap prioritas belanja. Khususnya dengan mengedepankan sektor UMKM yang saat ini menyerap lebih dari 90% tenaga kerja nasional.

Lebih lanjut, Badiul mengingatkan bahwa target pertumbuhan ekonomi 8% akan sulit dicapai tanpa strategi fiskal yang progresif dan alokasi anggaran yang produktif. 

Pemerintah menurutnya, perlu berani menggeser fokus anggaran dari sekadar menjaga stabilitas menuju transformasi ekonomi yang nyata.

“Target pertumbuhan 8% mengandaikan adanya lompatan produktivitas, industrialisasi, digitalisasi, dan investasi besar-besaran. Pemerintah tampak masih fokus pada stabilisasi jangka pendek, bukan pada transformasi jangka menengah panjang,” ujar Badiul.

Selain itu, ia juga menyebut pemerintah perlu berani mengubah pendekatan anggaran dari sekadar menjaga stabilitas menjadi motor transformasi ekonomi nyata,” pungkasnya.

Baca Juga: Sri Mulyani: Efisiensi Anggaran Berlanjut ke APBN 2026

Beikut daftar 10 Kementerian dan Lembaga dengan Anggaran Terbesar di 2026:

1. Badan Gizi Nasional Rp 217,86 triliun

2. Kementerian Pertahanan  Rp 167,4 triliun

3. Kepolisian Republik Indonesia  Rp 109,67 triliun

4. Kementerian Kesehatan  Rp 104,35 triliun

5. Kementerian Sosial  Rp 76,04 triliun

6. Kementerian Agama  Rp 75,21 triliun

7. Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Rp 70,86 triliun

8. Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi Rp 55,45 triliun

9. Kementerian Keuangan Rp 47,13 triliun

10. Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah Rp 33,65 triliun

Selanjutnya: Lahan Menciut, Produksi Kopi Indonesia Naik Tipis

Menarik Dibaca: APJATI Tegaskan Pentingnya Jalur Resmi untuk Pekerja Migran di Arab Saudi

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
AYDA dan Penerapannya, Ketika Debitor Dinyatakan Pailit berdasarkan UU. Kepailitan No.37/2004 Digital Marketing for Business Growth 2025 : Menguasai AI dan Automation dalam Digital Marketing

[X]
×