Reporter: Dendi Siswanto | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID-JAKARTA. Pemerintah telah memutuskan menunda penerapan cukai plastik dan minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK) pada tahun ini. Oleh karena itu, pemerintah telah menghapus target atas dua objek cukai tersebut dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2023.
Hal tersebut tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 75 Tahun 2023 untuk merevisi Perpres Nomor 130 Tahun 2022 mengenai perincian APBN 2023. Padahal, dalam Perpres 130/2022, pemerintah telah mematok target penerimaan sebesar Rp 4,06 triliun dari dua objek cukai tersebut.
Direktur Jenderal Bea dan Cukai Askolani mengatakan, implementasi cukai plastik dan MBDK masih disiapkan oleh pemerintah. Tak lupa, pihaknya juga masih mengkaji kebijakan tersebut dengan berbagai pihak terkait.
"Tentunya masih kita review dan persiapkan (implementasinya)," ujar Askolani kepada Kontan.co.id, Sabtu (18/11).
Baca Juga: Catat! Enam Layanan Ini Wajib Gunakan NIK Mulai Tahun 2024
Selain itu, pemerintah masih akan terus mengikuti perkembangan ekonomi nasional dan global pada tahun depan sebelum melakukan penerapan dua objek cukai tersebut.
"Serta mengantisipasi dengan pelaksanaan APBN serta perkembangan ekonomi nasional dan global yang dijalani di 2024," jelasnya.
Memang, hingga saat ini belum diketahui berapa target penerimaan cukai plastik dan MBDK yang dipatok oleh pemerintah dalam APBN 2024. Namun, dalam Nota Keuangan dan RAPBN 2024, pemerintah mengerek target penerimaan cukai sebesar Rp 246,1 triliun. Target ini tumbuh 8,3% dibandingkan outlook tahun 2023 sebesar Rp 227,2 triliun.
Direktur Institute for Demographic and Poverty Studies (IDEAS) Yusuf Wibisono menilai, rencana pemerintah yang akan mulai memungut objek cukai baru, khususnya MBDK pada tahun 2024 akan terjegal tahun politik.
Kendati begitu, dirinya sangat mendesak pemerintah untuk segera menerapkan cukai MBDK mengingat Indonesia sudah darurat obesitas dan diabetes.
"Ketika penerapan cukai MBDK diundur ke 2024, maka sebenarnya peluang untuk diterapkan kebijakan ini di 2024 berpotensi akan semakin mengecil mengingat sensitivitas tahun politik dan kepentingan pemerintah menjaga citra politik yang populis," terang Yusuf kepada Kontan.co.id, Senin (31/7).
Baca Juga: Jokowi Menyoroti Hak Hidup dan Pembangunan Masyarakat Gaza dalam Retret KTT APEC
Memang harus diakui, penerapan cukai MBDK ini akan memiliki konsekuensi ekonomi yang cukup signifikan, terutama terhadap industri makanan dan minuman. Pasalnya, penerapan cukai MBDK dengan tarif signifikan dipastikan akan mengerek naik harga produk dan menurunkan volume penjualan MBDK.
Namun, menurut Yusuf, mempertentangkan ekonomi dan kesehatan dalam jangka pendek adalah sebuah sesat pikir yang berbahaya. Dengan menerapkan cukai MBDK secepatnya, maka Indonesia bisa menyelamatkan banyak nyawa dan meningkatkan produktivitas tenaga kerja dan memulihkan prospek pertumbuhan ekonomi jangka panjang.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News