Reporter: Shifa Nur Fadila | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Hingga 30 September 2024, pemerintah mencatat penerimaan dari sektor usaha ekonomi digital mencapai Rp 28,91 triliun. Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan, Dwi Astuti, merinci bahwa jumlah tersebut terdiri dari beberapa komponen.
Penerimaan dari Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE) sebesar Rp 23,04 triliun, pajak kripto mencapai Rp 914,2 miliar, pajak fintech (P2P lending) sebesar Rp 2,57 triliun, serta pajak yang dipungut oleh pihak lain atas transaksi pengadaan barang dan/atau jasa melalui Sistem Informasi Pengadaan Pemerintah (pajak SIPP) sebesar Rp 2,38 triliun.
Hingga September 2024, pemerintah telah menunjuk 178 pelaku usaha PMSE sebagai pemungut Pajak Pertambahan Nilai (PPN), termasuk dua penunjukan baru di bulan September 2024, yaitu Optimise Media (sea) Pte. Ltd. dan DFENG LIMITED.
Baca Juga: Pangkas Tarif PPh Badan Menjadi 20%, Prabowo Akan Terapkan Secara Bertahap
“Dari keseluruhan pemungut yang telah ditunjuk, 168 PMSE telah melakukan pemungutan dan penyetoran PPN PMSE sebesar Rp 23,04 triliun,” jelas Dwi dalam keterangan resmi pada Selasa (8/10).
Dwi menguraikan bahwa penerimaan dari PPN PMSE berasal dari setoran tahun 2020 sebesar Rp 731,4 miliar, tahun 2021 Rp 3,90 triliun, tahun 2022 Rp 5,51 triliun, tahun 2023 Rp 6,76 triliun, dan tahun 2024 Rp 6,14 triliun.
Selain itu, penerimaan pajak kripto yang terkumpul hingga September 2024 adalah sebesar Rp 914,2 miliar, dengan rincian penerimaan dari tahun 2022 sebesar Rp 246,45 miliar, tahun 2023 Rp 220,83 miliar, dan tahun 2024 Rp 446,92 miliar.
Penerimaan pajak kripto ini terdiri dari Rp 428,4 miliar PPh 22 atas transaksi penjualan kripto di exchanger dan Rp 485,8 miliar PPN DN atas transaksi pembelian kripto di exchanger.
Baca Juga: Curhat Sri Mulyani Jelang Lengser: Susah Loh Ngumpulin Pajak
Pajak fintech (P2P lending) juga telah berkontribusi signifikan dengan penerimaan sebesar Rp 2,57 triliun hingga September 2024. Dwi menjelaskan bahwa penerimaan dari pajak fintech berasal dari Rp 446,39 miliar pada tahun 2022, Rp 1,11 triliun pada tahun 2023, dan Rp 1,02 triliun pada tahun 2024.
Rincian penerimaan pajak fintech mencakup PPh 23 atas bunga pinjaman yang diterima WPDN dan BUT sebesar Rp 776,55 miliar, PPh 26 atas bunga pinjaman yang diterima WPLN sebesar Rp 428 miliar, dan PPN DN atas setoran masa sebesar Rp 1,37 triliun.
Dwi juga menyebutkan penerimaan pajak dari usaha ekonomi digital lainnya, yang berasal dari pajak SIPP. Hingga September 2024, pajak SIPP tercatat sebesar Rp 2,38 triliun, yang terdiri dari penerimaan Rp 402,38 miliar pada tahun 2022, Rp 1,12 triliun pada tahun 2023, dan Rp 863,6 miliar pada tahun 2024. Penerimaan pajak SIPP terdiri dari PPh sebesar Rp 162,2 miliar dan PPN sebesar Rp 2,22 triliun.
Baca Juga: Cara Prabowo-Gibran Kerek Tax Ratio Hingga 23% Tanpa Kenaikan Tarif Pajak
“Dalam rangka menciptakan keadilan dan kesetaraan berusaha (level playing field) bagi pelaku usaha baik konvensional maupun digital, pemerintah masih akan terus menunjuk para pelaku usaha PMSE yang melakukan penjualan produk maupun pemberian layanan digital dari luar negeri kepada konsumen di Indonesia,” ungkap Dwi.
Selain itu, Dwi menambahkan bahwa pemerintah akan menggali potensi penerimaan pajak usaha ekonomi digital lainnya, seperti pajak kripto atas transaksi perdagangan aset kripto, pajak fintech atas bunga pinjaman yang dibayarkan oleh penerima pinjaman, dan pajak SIPP atas transaksi pengadaan barang dan jasa melalui Sistem Informasi Pengadaan Pemerintah.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News