kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Ditjen pajak belum berniat menaikkan PTKP


Kamis, 21 November 2013 / 16:44 WIB
Ditjen pajak belum berniat menaikkan PTKP
ILUSTRASI. 4 Ciri-Ciri Kulit Sehat.


Reporter: Anna Suci Perwitasari | Editor: Dikky Setiawan

JAKARTA. Direktorat Jenderal Pajak belum berniat merevisi besaran penghasilan tidak kena pajak (PTKP) untuk tahun 2014 mendatang.

Sebelumnya, sempat ada wacana akan ada kenaikan PTKP menyusul adanya kenaikan upah minimum provinsi (UMP) tahun depan.

"Nantilah jangan buru-buru," tegas Direktur Jenderal Pajak Fuad Rahmany di Jakarta, Kamis (21/11).

Penolakan Ditjen Pajak disebabkan PTKP yang telah mengalami kenaikan cukup tinggi, yaitu 53,4% dari Rp 15,84 juta menjadi Rp 24,3 juta untuk penghasilan per tahunnya. Apalagi, dengan PTKP sangat mempengaruhi pajak penghasilan (PPh) khususnya pasal 21.

"Kalau sering-sering dinaikkan, negara malah rugi," kata Ronny Bako, pengamat Pajak Universitas Pelita Harapan.

Apalagi, lanjut dia, dalam dua tahun belakangan, target penerimaan pajak tidak pernah tercapai. Untuk itu, Pemerintah diharapkan lebih selektif dan bisa mengejar potensi pajak dari orang pribadi yang belum tergarap.

Data Ditjen Pajak menunjukkan, hingga kini bahwa masih banyak wajib pajak pribadi yang belum membayarkan pajaknya. Karena itu, jika PTKP kembali dinaikkan, otomatis penerimaan tahun depan sulit tercapai.

Saat ini, wajib pajak pribadi yang rajin menyetorkan pajak ke negara adalah karyawan perusahaan yang pajaknya langsung dipotong oleh perusahaan di tempatnya bekerja. Sedangkan untuk orang pribadi yang dengan sadar mau membayar pajak masih sangat sedikit.

Fuad menggambarkan, penerimaan pajak yang berasal dari karyawan atau PPh 21 per 7 November lalu sudah mencapai Rp 74,766 triliun.

Sedangkan untuk PPh 25/29 orang pribadi hanya Rp 3,788 triliun. Padahal, yang masuk golongan PPh 25/29 orang pribadi adalah para pengusaha seperti pemilik toko, bengkel, restoran dan lainnya. "Harusnya mereka juga bayar, karena omzetnya kan besar," tegas Fuad.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×