Reporter: Benedicta Prima | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pencairan dana restitusi mengalami hambatan sejak Mei 2019 hingga saat ini. Berdasarkan informasi yang diterima dari sumber Kontan.co.id, pencairan dana tersebut terhambat bersamaan dengan terbitnya kebijakan Kementerian Keuangan (Kemkeu) bahwa Tunjangan Hari Raya (THR) Aparatur Sipil Negara (ASN).
"Namun pada Mei 2019 kemarin, ketika terbit kebijakan Kemkeu bahwa THR ASN akan dibayarkan paling lambat tanggal 24 Mei, atau sebelum cuti Lebaran, maka kalang kabutlah para pejabat di bawah untuk merealisasikannya. Karena nilainya cukup fantastik," ujar sumber Kontan.co.id, Rabu (13/6).
Sesuai prosedur, ketika permohonan restitusi wajib pajak (WP) telah selesai diproses oleh Kantor Pajak Pratama (KPP), maka Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN) harus melaksanakan pencairan restitusi kepada Wajib Pajak (WP) melalui rekening bank yang dituju paling lama tiga hari.
Penyelesaian permohonan restitusi tersebut ditandai dengan terbitnya Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB) dan Surat Perintah Membayar Kelebihan Pajak (SPMKP). Sedangkan dalam praktiknya, pencairan ini lebih dari satu bulan bahkan hingga tiga bulan.
Seperti diketahui, dalam PMK 244/2015 tentang tata cara penghitungan dan pengembalian kelebihan pembayaran pajak, pengembalian dilakukan paling lama satu bulan setelah KPPN menerima semua persyaratan dengan lengkap. Artinya satu bulan merupakan jatuh waktu pemerintah yang mencakup konfirmasi utang, pembuatan SPMKP sampai pencairan di KPPN.
"Dengan ketersediaan dana yang terbatas, maka nampaknya pihak KPPN memilih kebijakan untuk menahan pencairan SPMKP yang diterbitkan KPP," ujar dia.
Ada dugaan Kepala Kantor Wilayah (Kakanwil) tertentu langsung menindaklanjuti dengan menginstruksikan secara lisan kepada KPP di bawahnya untuk selektif dalam mencairkan restitusi pajak. "Caranya dengan menahan atau menunda restitusi pajak," imbuhnya.
Cara lain, misalnya dengan sengaja menerbitkan SPMKP yang salah dalam pengetikan nomor rekening atau nama WP. Hal ini dilakukan supaya KPPN memiliki alasan untuk menolak atau mengembalikan SPMKP.
"Ada juga yang SPMKP, yang rencana kasnya sudah disetujui KPPN, karena dananya di KPPN tidak cukup maka tidak bisa dicairkan sesuai waktu yang ditentukan," jelasnya.
Informan Kontan.co.id menambahkan, dalam kasus yang baru saja dia jelaskan, justru menjadi blunder sebab SPMKP sudah diterbitkan dengan benar dan KPPN sudah menyetujuinya namun dananya kurang. KPPN kesulitan mendapatkan alasan untuk menerbitkan penolkana SPMKP secara tertulis ke KPP.
KPP pun sulit menerbitkan SPMKP baru atau SPMKP pengganti apabila tidak ada surat tertulis dari KPPN. "Kasus ini sampai hari ini belum terpecahkan," jelasnya.
Sebelumnya, Direktur Jenderal Perbendaharaan Negara Kementerian Keuangan (Kemkeu) Marwanto Harjowiryono menyatakan informasi yang beredar tersebut tidak benar. Sebab selama ini pengelolaan kas negara dilakukan secara terpusat melalui mekanisme treasury single account (TSA).
"Info tersebut tidak benar, kondisi kas negara aman," ujar Marwanto saat dihubungi Kontan.co.id, Kamis (13/6).
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News