Reporter: Vendy Yhulia Susanto | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Lima terdakwa dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi dalam pemberian fasilitas ekspor crude palm oil (CPO) dan turunannya pada bulan Januari 2021 sampai dengan Maret 2022 atau kasus izin ekspor CPO didakwa telah merugikan keuangan negara dan merugikan perekonomian negara sebesar Rp 18,35 triliun.
Adapun, lima terdakwa dalam kasus ini antara lain, Indrasari Wisnu Wardana selaku Dirjen Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan, Master Parulian Tumanggor selaku Komisaris PT Wilmar Nabati Indonesia; Stanley MA selaku Senior Manager Corporate Affairs PT Victorindo Alam Lestari; Pierre Togar Sitanggang selaku General Manager di Bagian General Affair PT Musim Mas).
Atas dakwaan tersebut, para terdakwa mengajukan eksepsi. Ketua Majelis Hakim Liliek Prisbawono Adi mengatakan, Eksepsi diagendakan akan dilakukan pada Selasa 6 September 2022 pukul 09.00 WIB.
Kuasa Hukum Indrasari Wisnu Wardhana, Aldres Napitupulu mengatakan, pihaknya akan menyampaikan keberatan atas hal hal yang tidak jelas, tidak cermat dan tidak lengkap dalam surat dakwaan pada persidangan selanjutnya yakni Selasa 6 September 2022 pukul 09.00 WIB.
"Kami akan sampaikan keberatan atas hal hal yang tidak jelas, tidak cermat dan tidak lengkap dalam surat dakwaan itu pada persidangan selanjutnya hari Selasa (6 September 2022 pukul 09.00 WIB) ya," ujar Aldres ditemui usai Sidang Pembacaan Dakwaan di PN Jakarta Pusat, Rabu (31/8).
Baca Juga: Kasus Izin Ekspor CPO, Direktur di Kemendag Terima Rp 100 Juta
Terkait dakwaan yang menyebutkan bahwa Indrasari hanya melakukan verifikasi dokumen saja dan tidak perlu verifikasi lapangan, Aldres menyebut hal itu dilakukan Indrasari karena Indrasari tidak diberi kewenangan untuk melakukan verifikasi lapangan atas DMO yang disalurkan.
"Memang prosedurnya seperti itu, beliau tidak diberi kewenangan untuk memverifikasi di lapangan dan itu kewenangan direktorat jenderal yang lain," ujar Aldres.
Kuasa Hukum Stanley MA, Otto Hasibuan mengatakan, pihaknya akan mengajukan eksepsi karena menurutnya dakwaan Jaksa Penuntut Umum tidak cermat. Jika tidak cermat, Otto mengatakan, dakwaan biasanya tidak diterima.
"Suatu eksepsi yang didasarkan pada suatu dakwaan yang tidak jelas, tidak cermat, maka dakwaan itu bisa tidak diterima. Kalau dakwaan tidak diterima, terdakwa harus dibebaskan," ucap Otto.
Kuasa Hukum Master Parulian Tumanggor, Juniver Girsang mengatakan, inti dari eksepsi yang akan disampaikan adalah bahwa produsen adalah korban dari kebijakan menteri perdagangan M Lutfi yang tidak konsisten.
"Coba dibayangkan, menteri perdagangan menerbitkan peraturan dalam jangka waktu 6 bulan itu sampai 8 (aturan) dan satu dengan yang lainnya itu saling bertentangan," ucap Juniver.
Juniver mengatakan, akibat hal itu, membuat para produsen sulit dan tidak bisa bergerak.
"Dan malahan tidak tau apa yang harus diambil langkahnya. Oleh karenanya sebenarnya yang harus diminta pertanggungjawaban itu adalah menteri perdagangan itu sendiri dengan kebijakan yang telah merugikan para produsen," ujar Juniver.
Sementara, Kuasa Hukum Lin Che Wei, Maqdir Ismail mempertanyakan hasil perhitungan BPKP terkait kerugian keuangan negara dan perekonomian yang menurutnya terbilang fantastis. Selain itu, Maqdir mengatakan dalam surat dakwaan Lin Che Wei disebut adanya pertemuan di ruangan Dirjen Perdagangan Luar Negeri, padahal Lin Che Wei tidak ada dalam pertemuan tersebut.
"Kenapa persoalan itu masuk dalam surat dakwaan nya Pak Lin Che Wei. Dakwaan ini tidak disusun dengan cermat," kata Maqdir.
Kuasa Hukum Pierre Togar Sitanggang juga mengajukan eksepsi. Selain itu, kuasa hukum mengajukan penahanan dari penahanan rumah tahanan (rutan) kepada tahanan kota.
"Baik, saudara ajukan tertulis," ucap Ketua Majelis Hakim.
Baca Juga: 5 Terdakwa Kasus Izin Ekspor CPO Didakwa Rugikan Negara Rp 18,35 Triliun
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News